Jakarta (Greeners) – Setiap detik dua vape sekali pakai masyarakat Inggris buang begitu saja. Jumlah vape sekali pakai menyumbang limbah sekitar 10 ton litium ke tempat pembuangan akhir (TPA) atau insinerator limbah setiap tahun. Padahal jumlah ini sangat cukup untuk membuat 1.200 mobil listrik.
Maraknya penjualan vape sekali pakai yang terjadi dalam masyarakat global. Vape tersedia dalam berbagai macam warna dan rasa. Ironisnya, fenomena ini memicu jutaan vape berakhir begitu saja di tempat pembuangan sampah tanpa terkelola dengan baik.
Litium merupakan logam yang banyak diminati. Mendukung proses isi ulang baterai dan bisa menggerakkan berbagai macam barang mulai dari ponsel hingga mobil listrik.
Melansir Sky News, baterai dalam vape sekali pakai rata-rata mengandung sedikit lebih dari sepersepuluh gram logam litium. Tapi jumlah itu terus bertambah.
“Kita tidak bisa membuang bahan-bahan ini. Ini benar-benar kegilaan dalam keadaan darurat iklim,” kata Profesor Material dan Masyarakat dari University College London Mark Miodownik.
Ia menegaskan, bahan-bahan tersebut bisa diandalkan sebagai transisi energi bahan bakar fosil. Ini adalah bahan yang benar-benar kita andalkan untuk beralih dari bahan bakar fosil dan mengatasi masalah iklim.
Penggunaan Vape Sekali Pakai
Riset pasar oleh Opinium untuk Material Focus menemukan 18 % dari 4.000 orang yang mereka survei telah membeli vape pada tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 7 % mengatakan, mereka telah membeli perangkat sekali pakai. Ini menunjukkan sekitar 168 juta vape sekali pakai masyarakat beli setiap tahun di Inggris.
Lebih dari separuh pengguna melaporkan membuang vape mereka ke tempat sampah dibanding memasukkannya ke tempat sampah daur ulang limbah listrik, atau mengembalikannya ke pengecer.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safruddin mengatakan, vape tetap saja membawa risiko bagi penghisapnya karena vaporasi berbagai bahan kimia di dalamnya.
Bahan kimia tersebut antara lain propylene glycol, ethylene glycol, nicotine, perisa, carbonil dan tobacco spec nitrosamin.
“Selain dari piling process atas coil, karena proses termal yang terus menerus dapat mengemisikan logam material coil seperti NiCr, FeCrAl alloy, Ti, Ni, SS,” katanya kepada Greeners, Sabtu (24/12).
Dampak buruknya yaitu mulai dari iritasi saluran pernafasan, mata, hingga kulit, kerusakan sel epitel paru, gagal ginjal, karsinogenik, hingga kerusakan DNA.
Sementara itu, dampaknya terhadap lingkungan sangat nyata. Sampah vape sekali pakai merupakan kategori sampah bahan berbahaya beracun (B3) yang berpotensi berbahaya dan berakibat fatal terhadap lingkungan.
Penarikan Kembali Hindari Pencemaran
Lelaki yang akrab masyarakat sapa Puput ini menekankan pentingnya peran produsen untuk memastikan limbah produk ini melalui penarikan kembali.
“Apabila tidak ketat dalam pengawasan untuk menjalankan Extended Producer Responsibility atau EPR. Produsen harus menarik kembali limbah vapenya. Maka akan menjadi masalah baru persampahan berikut dengan kandungan limbah B3nya,” tandasnya.
Menyorot terkait potensi pemanfaatan litium untuk memproduksi baterai kendaraan listrik, ia juga mendorong agar produsen vape berkontribusi aktif di sini. Langkah ini sekaligus untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, polusi udara hingga penipisan energi.
“Daripada menjadi produk yang tak berguna untuk human life. Bahkan menciptakan risiko penyakit dan mencemari lingkungan serta mengikis sumber daya alam maka sebaiknya produsen vape beralih memproduksi hal yang lebih berguna seperti memproduksi baterai untuk kendaraan listrik,” ungkapnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin