Jakarta (Greeners) – Pohon natal merupakan simbol perayaan hari besar umat Kristiani yang diperingati setiap tanggal 25 Desember. Umumnya pohon natal menggunakan cemara asli atau cemara buatan berbahan plastik. Namun, saat ini pohon natal dibuat dengan memanfaatkan bahan daur ulang. Salah satunya seperti pohon natal raksasa setinggi 11 meter di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, yang terbuat dari limbah plastik.
Pohon natal dibuat dari 8.000 botol plastik bekas dan kain perca serta dihias menyerupai miniatur ondel-ondel. Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Keuskupan Agung Jakarta, dan SD Tarakanita. Tujuannya membangun kebersamaan melalui peduli lingkungan.
“Kami membuat limbah kembali berguna dan membangun kebersamaan kita semua,”ujar Komisi Keuskupan Agung Jakarta Bidang Lingkungan Hidup, Mona Windoe saat dihubungi Greeners melalui telepon, Rabu, (25/12/2019).
Baca juga: Para Peneliti Temukan Plastik Daur Ulang Tanpa Akhir
Mona mengatakan pembuatan pohon natal dari bahan daur ulang rutin dilakukan setiap tahun. Setelahnya juga diadakan lomba di seluruh gereja di Jakarta. Bahan-bahan bekas dipakai untuk membuat pohon maupun hiasan dengan tema yang berbeda setiap tahun.
Namun, pemanfaatan bahan daur ulang juga tidak berhenti saat sudah diolah menjadi suatu karya. Melainkan dapat dimanfaatkan kembali setelah lomba selesai sehingga tidak menimbulkan sampah baru.
“Jadi, pohon natal yang sudah ada dimanfaatkan lagi dengan cara dirombak atau dimodifikasi sesuai tema dan konsep. Kalau memang dibuang kami menyalurkannya ke bank sampah. Hal ini juga berlaku untuk pohon natal raksasa di Thamrin. Kita minta kalau sudah selesai bisa diberikan kepada kami untuk dimanfaatkan kembali atau diberikan ke anak-anak sekolah (Tarakanita),” ucap Mona.
Fenomena daur ulang limbah plastik dianggap hanya memperpanjang umur sampah. Menurut Peneliti Matt Wilkins dari Universitas Vanderbilt, kegiatan memanfaatkan kembali limbah plastik tidak menyelesaikan masalah plastik sekali pakai.
Baca juga: Pohon Natal dari 24.000 Botol Bekas
Adapun pakar lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Profesor Enri Damanhuri menuturkan, walaupun daur ulang dianggap hanya memperpanjang umur limbah dan tidak mengurangi permasalahan sampah, paling tidak bermanfaat dua kali daripada langsung dibuang.
“Masalahnya manusia tidak bisa mendadak tidak menggunakan plastik. Budaya kita sudah modern, apapun yang kita pakai dari plastik. Jadi, penggunaan kembali sampah plastik ini semacam reuse dalam konsep 3R. Harapannya bila telah selesai digunakan, tidak diperlakukan sembarangan,” ujar Enri.
Ia mengatakan sampai saat ini porsi daur ulang (recycle) lebih dominan dibanding penggunaan kembali (reuse). Sementara bila digabung, reuse-recycle di Indonesia tidak lebih dari 7 hingga 10 persen. Upaya mengurangi sampah yang tidak dikelola juga lebih banyak terfokus di Jawa dan Bali.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani