Pontianak (Greeners) – Warga disekitar RT 01 RW 08 Gang Kamboja Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat merasa cemas kesehatan mereka terganggu akibat limbah cair dan padat dari pasar flamboyan mengalir di parit Tokaya.
Air yang sehari-hari mereka pergunakan untuk MCK, berbau dan berwarna hitam pekat serta menimbullkan rasa gatal-gatal. Menurut pengakuan warga, Dina, kondisi tersebut sudah berlangsung lama, Namun karena tidak ada solusi dari pemerintah, akhirnya mereka menyerah, walau limbah tersebut mengancam kesehatan mereka. “Sejak beberapa tahun terakhir, air di parit Tokaya berbau. Pada saat air surut, limbah dari pasar flamboyan berupa bangkai ayam, dan sayuran ikut hanyut,” ujarnya Selasa (10/04).
Ibu rumah tangga ini mengakui, sebagian warga yang bermukim disepanjang parit Tokaya terkena gatal-gatal, walau sudah berulang kali berobat tetapi tidak juga kunjung sembuh. Mereka baru bisa menggunakan air tersebut, jika air sedang pasang. “Jika air sedang surut, pasti berbau dan disertai dengan sampah. Jika kondisi seperti ini, maka kami hanya bisa menggunakan air PDAM,” tambah Dina.
Sementara itu, Julia, salah satu peneliti air Sungai Kapuas, menyatakan tercemarnya air di parit Tokaya ini, sangat berdampak pada kesehatan baik laki-laki maupun kaum perempuan. ”Khusus bagi kaum perempuan, berdampak pada kesehatan reproduksinya dan anak yang dikandungnya. Air yang mereka gunakan dan konsumsi akan terbawa pada anaknya melalui proses menyusui,” jelasnya.
Dia mengatakan kaum perempuan akan lebih merasakan dampak terhadap pencemaran air sungai, karena mereka dinilai lebih sering berinteraksi dengan sungai dibandingkan kaum laki-laki. Baik dalam kegiatan MCK, maupun menggunakan air untuk memasak.
Sedangkan Firayanta Kepala Bidang Pengawasan dan Pentaatan Hukum Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kota Pontianak menjelaskan kondisi air yang mengalir disepanjang parit Tokaya tersebut sudah diambang batas baku mutu. ”Dari hasil penelitian pada titik-titik tertentu dan pengujian baku mutu air yang dilakukan secara periodik setiap 6 bulan sekali, didapatkan bahwa baku mutu air diparit tersebut memang sudah tercemar. Dibeberapa titik, parameternya menunjukan adanya pencemaran,” terangnya Selasa (10/4) kemarin.
Kondisi air tersebut sangat berbau dan berwarna hitam, serta menimbulkan penyakit gatal-gatal. Penyebabnya, bukan hanya limbah dari pasar tradisional flamboyan saja, akan tetapi termasuk didalamnya limbah rumah tangga, limbah perhotelan serta rumah makan yang mengalir di parit tersebut.
“Berdasarkan data-data dan analisa yang didapatkan dari hasil pengujian bau mutu air sungai di parit Tokaya ini, tanggal 12 September 2011, dilakukan pengujian kualitas air, BOD-nya (Biochemical oxygen demand) mencapai 18,4, sedangkan yang disyaratkan maksimal, hanya nilainya 3. Untuk kandungan Nitrat, atau NO2, maksimal 0,06 namun dari hasil pengukuran dilapangan mencapai nilai 4,” paparnya.
Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagai zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.
BPLHD Kota Pontianak hanya melakukan pengujian dan hasilnya akan dibicarakan melalui lintas sektoral untuk penanganan lebih lanjut. Apalagi, selama ini Pemerintahan Kota Pontianak sudah berupaya untuk menanggulangi pencemaran termasuk limbahnya. BLHD sendiri sudah mengambil langkah-langkah untuk menanggulangi pencemaran tersebut.
Firayanta menyatakan Pasar Flamboyan sendiri memang belum memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Sarana pengolahan limbah hanya berbentuk saluran-saluran saja yang pada akhirnya semua limbah padat tersebut mengalir ke dalam parit Tokaya. (G15)