Lifting Minyak Turun, Pemerintah dan Swasta Beda Teori

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengakui bahwa saat ini permasalahan utama di Indonesia terkait energi khususnya perminyakan adalah kemampuan dalam memproduksi minyak.

Padahal, menurut Sudirman, industri perminyakan merupakan penyumbang pendapatan negara dan juga menjadi pertumbuhan ekonomi yang kontribusinya sangat besar. Secara kualitatif, dalam 10 tahun terakhir, sektor tersebut mampu menyumbang sekitar 21 persen dari penerimaan negara.

Oleh sebab itu, katanya lagi, sangat diperlukan adanya infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM) dan biaya yang besar untuk menggali potensi migas yang masih banyak tersimpan di laut untuk meningkatkan produksi minyak Indonesia.

Lifting minyak ini terus mengalami penurunan hingga 849 ribu barel per hari (bph) dalam APBNP 2015. Padahal industri ini merupakan penyumbang pendapatan negara yang kontribusinya sangat besar,” katanya, Senin (25/05).

Di lain sisi, President Director PT Medco Energy Internasional Tbk, Lukman Mahfoedz mengungkapkan pendapat yang berbeda. Menurutnya, penurunan produksi minyak di Indonesia juga disebabkan oleh kondisi alam yang semakin sulit.

Lukman menambahkan, kondisi pertambangan migas saat ini berbeda dengan kondisi dahulu, dimana produksi minyak bisa mencapai diatas satu juta barel perhari karena memang kondisi alamnya memungkinkan dan tidak memerlukan teknologi canggih. Sangat berbeda dengan saat ini dimana cadangan migas baru lebih banyak terdapat di laut dalam.

“Menemukan minyak semakin lama semakin sulit di Indonesia, bukan karena peraturannya saja tapi karena lokasinya lebih sulit,” ujar Lukman saat menghadiri The 39th Indonesia Petroleum Association Convention & Expo, di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Jumat (22/05) lalu.

Lebih lanjut, Lukman yang juga mantan presiden Indonesia Petroleum Association (IPA) menyatakan, untuk mengejar target produksi dibutuhkan keseriusan pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selaku pemain di lapangan. Menurut Lukman, dengan kondisi yang semakin sulit tersebut, sudah pasti dibutuhkan biaya besar dan teknologi canggih.

“Perlu disadari juga, dalam lima tahun terakhir, cadangan migas yang ditemukan itu kecil-kecil meskipun banyak. Saat ini produksi hanya 800 ribu barel, itu saja dari 370 lapangan. Kita masih belum mendapatkan temuan yang besar karena adanya di laut dalam di sebelah timur,” tukasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top