Jakarta (Greeners) – Lembaga zakat kini turut mengambil sikap untuk mengatasi sampah. Hal itu demi membangun hidup berkelanjutan. Fokus isu sampah tersebut mereka terapkan saat melakukan program bantuan kebencanaan.
Dalam beberapa tahun kebelakang ini, banyak filantropi Islam, lembaga zakat, dan gerakan pengelolaan sampah dalam kegiatan keagamaan ikut andil mengelola sampah. Hal ini menjadi langkah pendekatan kepada masyarakat, untuk sama-sama bergerak mengatasi permasalahan sampah.
Salah satu lembaga zakat di Indonesia, Dompet Dhuafa, juga turut bersikap untuk atasi soal sampah. Hal itu kerap mereka lakukan lewat sejumlah program.
Plt GM Komunikasi dan Kemitraan DMC Dompet Dhuafa, Akbar Saddam mengatakan, selama ini Dompet Dhuafa terfokus mengelola isu kebencanaan. Namun, beberapa tahun ke belakang, lembaga tersebut melihat ada dampak dari kebencanaan, yaitu sampah.
BACA JUGA: 76 Persen Sampah Plastik Fleksibel Bocor ke Lingkungan
“Jadi, ada satu rumah di Cianjur penuh, isinya sama sampah plastik. Lalu, satu saluran air itu isinya botol plastik. Dari situ kami coba upayakan dengan beberapa program untuk membantu masyarakat mengelola sampah dengan baik. Jadi, mereka bisa mengurangi sampah,” ucap Akbar saat Talkshow Youth-Led Waste Revolution di acara Greenpress Community, Rabu (8/11).
Saat terjadinya bencana, Dompet Dhuafa membangun posko kebencanaan di wilayah terdampak. Lembaga ini juga menyarankan donatur agar tidak memberikan bantuan berupa mie instan atau produk kemasan plastik.
“Kami tidak memperbolehkan. Kalau donatur mau berdonasi, silakan belanja kebutuhan pasar dan ke posko kami,” ungkap Akbar.
Dompet Dhuafa Aktif Bebersih Sampah di Gunung
Dalam mengatasi permasalahan sampah, lembaga zakat itu tidak hanya bergerak saat terjadinya bencana. Kontribusi Dompet Dhuafa pun terus digiatkan lewat bebersih sampah di gunung.
“Bulan Agustus dan September kemarin kami melakukan brand audit sampah di 11 provinsi. Kami mengumpulkan dua ton sampah yang ada di public area. Kami melakukan audit sampah di dua gunung di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat. Ada beragam persoalan terkait sampah organik dan plastik,” kata Akbar.
Menurut Akbar, mereka banyak menemukan sampah di gunung. Temuan itu akhirnya menjadi pendorong untuk pengelola tempat wisata agar berupaya meminimalisasi sampah.
Konsumen Perlu Kurangi Konsumsi
Dalam kesempatan yang sama, Pendiri Yayasan Ecoton Prigi Arisandi mengatakan bahwa konsumen harus mengurangi konsumsinya. Hal itu supaya bisa mengurangi penggunaan kemasan sachet. Selain itu, konsumen juga perlu berkontribusi mendorong produsen bertanggung jawab atas produk yang dihasilkannya.
“Sachet tidak bisa didaur ulang dan itu sulit. Tidak ada yang bisa melakukan proses daur ulang karena dia multilayer,” imbuh Prigi.
BACA JUGA: Program Bersih Indonesia Atasi Permasalahan Sampah Plastik
Prigi menambahkan, pembakaran mikroplastik juga akan menghasilkan dioksin. Apalagi, Indonesia telah menempati posisi keempat yang memiliki kandungan dioksin tertinggi di dunia.
“Jadi, banyak mengandung dioksin. Kita tidak ada juga laboratorium untuk menguji penyakit ini. Pembakaran sachet ini akan memanen dioksin. Plastik sudah berdampak pada rantai makanan kita. Itu adalah dampak dari pola konsumsi,” ucap Prigi.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia