Jakarta (Greeners) – Bahan kimia dalam pestisida yang mengontaminasi makanan dampaknya sangat berbahaya bagi konsumen. Untuk menjaga keamanan pangan, pemerintah perlu melarang penggunaan pestisida berbahaya yang mengandung bahan kimia berisiko tinggi.
Selama ini, pestisida sering masyarakat kenal sebagai racun serangga, tetapi lebih populer sebagai ‘obat’ serangga. Sebagian besar pestisida kimia bersifat toksik dan sebagai pengganggu hormon atau Endocrine Disruptor Chemicals (EDCs).
Apabila seseorang bersentuhan dengan pestisida dalam jumlah besar dalam waktu singkat dapat mengakibatkan keracunan akut. Dampaknya bersifat kronis dan dapat meningkatkan risiko kanker, gangguan reproduksi, hipertensi, hingga diabetes. Pada tataran global, pelarangan penggunaan pestisida telah pemerintah lakukan, terutama untuk produksi makanan karena bersifat genotoksik.
BACA JUGA: MADANI: Hindari Perdagangan Karbon Jadi Praktik Greenwashing
Co-Founder dan Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati mengatakan, sejumlah negara telah menyepakati Resolusi Global Framework on Chemicals pada bulan Oktober 2023 di Bonn. Mereka menyoroti pentingnya penghapusan pestisida yang sangat berbahaya.
“Bahan aktif pestisida dan formulasinya yang memenuhi kriteria karsinogenisitas, mutagenisitas, dan toksisitas reproduksi, serta yang menunjukkan tingginya kejadian dampak buruk yang parah atau tidak dapat diubah terhadap kesehatan manusia atau lingkungan, harus dilarang,” kata Yuyun di Jakarta, Jumat (7/6).
Pemerintah Harus Adopsi Kesepakatan Global
Menurut Yuyun, pemerintah harus mengadopsi kesepakatan global ini ke dalam peraturan di Indonesia. Aturan tersebut untuk melindungi warganya dan menjamin keamanan pangan rakyat Indonesia.
Saat ini, lebih dari 1.000 pestisida telah petani gunakan di seluruh dunia untuk memastikan makanan tidak rusak atau hancur oleh hama. Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara pengguna pestisida terbesar di dunia setelah Brazil dan Amerika Serikat pada tahun 2021.
Pemakaian pestisida di Indonesia sebesar 283 kiloton pada tahun 2021. Setiap tahun ada lebih dari 5.000 merek pestisida baru yang terdaftar di Komisi Pestisida Indonesia. Beberapa pestisida tersebut termasuk dalam golongan berbahaya dan beracun (Highly Hazardous Pesticides).
Penelitian di beberapa lokasi Indonesia juga menunjukkan cemaran pestisida jenis organoklorin yang mencemari perairan laut dan kerang hijau yang masyarakat konsumsi.
Keamanan Pangan Hak Konsumen
Plt Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indah Suksmaningsih mengatakan keamanan pangan merupakan hak konsumen. Penggunaan pestisida pada Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) yang tidak bertanggung jawab dapat mengancam kesehatan konsumen.
BACA JUGA: Peraturan Keadilan Iklim Perlu Dukungan Demokrasi yang Baik
Melihat dampak tersebut, lanjut Indah, konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk bebas pestisida. Mereka berhak mendapatkan jaminan kesehatan setinggi-tingginya.
Salah satu peneliti di Solidar Suisse, Fahmi Panimbang juga menegaskan bahwa saat ini perlu pembentukan regulasi ketat untuk memastikan penggunaan pestisida yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Menurut Fahmi, penerapan pajak pestisida berdasarkan beban dan dampak besar pada lingkungan merupakan langkah efektif untuk mengurangi penggunaan pestisida berdampak tinggi.
“Pajak ini akan mendorong pelaku usaha untuk mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan dan mendukung praktik pertanian yang lebih berkelanjutan,” imbuhnya.
Pestisida Perparah Perubahan Iklim
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida jelas mengatur 103 bahan aktif dan 25 bahan tambahan yang dilarang. Kemudian, ada 9 jenis bahan aktif masuk kategori pestisida terbatas.
Namun, realitasnya, beberapa bahan aktif pestisida terbatas masih masyarakat jual dan gunakan secara bebas, baik di pangan dan rumah tangga. Bahan aktif yang banyak pengguna pakai untuk memberantas gulma adalah parakuat diklorida dan glifosat. Sementara, klorpirifos banyak pengguna pakai pada pestisida rumah tangga untuk pengendalian rayap.
Direktur Program Gita Pertiwi, Titik Eka Sasanti mengatakan bahwa kedua bahan aktif tersebut bersifat karsinogenik dan mutagenik. Sehingga, pemerintah pun harus melarang masyarakat menggunakan kedua bahan aktif tersebut.
“Penggunaan pestisida yang masif memperparah perubahan iklim dan membuat hama mengalami resistensi dan resurjensi,” kata Titik.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia