Jakarta (Greeners) – Hasil penelitian dari beberapa lembaga termasuk pemerintah dan swasta menunjukkan bahwa kualitas air tanah di wilayah Jakarta sedang dalam kondisi kritis. Sebagian besar air tanah tersebut memiliki kandungan senyawa garam, mangan dan besi yang berlebih sehingga sudah tidak memenuhi standar kualitas air minum yang disyaratkan pemerintah. Kondisi ini sudah tersebar di bagian Utara Jakarta sampai wilayah Kota Depok di Selatan.
Menanggapi permasalahan ini, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menyatakan bahwa hingga saat ini Pemerintah Daerah Jakarta masih belum serius dalam melakukan konservasi air dan penyediaan air baku bagi masyarakat.
Menurut pria yang akrab disapa Yudi ini, Pemerintah Daerah seharusnya mulai melarang aktivitas penyedotan air tanah oleh bangunan-bangunan tinggi seperti mal, hotel, gedung perkantoran maupun apartemen dan mewajibkan mereka menggunakan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
“Harusnya Pemerintah Daerah dan PDAM mulai melakukan inspeksi terkait hal-hal semacam ini. Sekarang kan seperti tidak ada tindakan tegas terhadap penyedotan air tanah dengan pompa-pompa besar oleh bangunan tinggi. Belum lagi masih merajalelanya pencurian atau kebocoran pipa air bersih,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Jumat (01/04).
Ia juga mengingatkan kasus yang terjadi pada masyarakat yang tinggal di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, yang mengeluhkan kualitas air di tempat tinggal mereka yang berwarna kuning dan berbau comberan pada akhir 2015 lalu. Menurutnya, kejadian tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi Pemerintah Daerah.
“Fenomena intrusi air laut ke permukiman itu disebabkan oleh rusaknya tanaman mangrove seiring dengan masifnya pembangunan real estate di kawasan itu. Hilangnya bakau membuat air laut tidak lagi tersaring ketika muara kering akibat kemarau. Fenomena ini, ya, salah satu dampak buruk tata ruang di Jakarta juga,” kata Yudi.
Dihubungi terpisah, Kepala Balai Konservasi Air Tanah Kementerian ESDM Muhammad Wachyudi Memed mengatakan bahwa secara umum kualitas air tanah di Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta sudah dalam kondisi tidak baik atau di bawah baku mutu.
Beberapa lokasi yang air tanahnya mengandung NaCl (garam) berlebih berada di sekitar Cengkareng, Kamal Muara, Penjaringan, Ancol, Cakung, sekitar Bekasi dan mulai ditemukan di Kuningan, Jakarta Selatan.
“Kandungan garam berlebih ini hampir bisa dipastikan berasal dari intrusi air laut, terutama untuk wilayah utara Jakarta. Sementara kandungan zat lain seperti mangan (Mn) dan besi (Fe), bisa berasal dari batuan atau sumber luar. Itu membutuhkan penelitian lebih lanjut,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kualitas air tanah Jakarta yang buruk, dianggap oleh beberapa pihak masih belum menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah setempat. Data Dinas Tata Air DKI Jakarta pada 2015 memperlihatkan jumlah pemakai air tanah secara legal meningkat dari tahun 2011 hingga 2014.
Pada 2011, jumlah pemakai air tanah sebanyak 4.231 lokasi, sementara tiga tahun setelahnya mencapai 4.431 lokasi. Dengan jumlah itu, pemakaian air tanah mencapai 8,8 juta meter kubik pada 2014, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar 7,2 juta meter kubik. Ini hanya untuk pengguna yang tercatat.
Peruntukan air tanah bagi warga Jakarta beragam namun sebagian besar hanya untuk kebutuhan mandi dan mencuci. Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan air tanah juga dikonsumsi karena pasokan air bersih yang masih minim.
Penulis: Danny Kosasih