Jakarta (Greeners) – Konservasi satwa dilindungi seringkali dihadang oleh beberapa masalah, diantaranya perdagangan ilegal satwa dilindungi serta adanya gratifikasi atau pemberian hadiah dalam bentuk satwa dilindungi oleh oknum aparat pemerintahan. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan bahwa penyebab dari gratifikasi tersebut adalah karena kurang pahamnya aparat pemerintah tentang larangan memelihara satwa dilindungi ini.
Lebih lanjut Laode mengatakan bahwa gratifikasi dalam bentuk satwa dilindungi ini perlu diselidiki dan diperlukan edukasi untuk semua pihak terkait pelarangan pemeliharaan satwa dilindungi.
“Memang ada gratifikasi di aparat pemerintahan tapi belum ada laporan yang masuk ke institusi kami terkait hal itu,” ujar Laode di Jakarta, Senin lalu.
Laode mengatakan bahwa KPK tidak bisa menindak semua hal yang berkaitan dengan perdagangan ilegal satwa dilindungi terutama untuk gratifikasi. Ada persyaratan yang harus dipenuhi jika kasus tersebut ditangani oleh KPK, yakni objeknya harus bernilai Rp 1 miliar dan melibatkan penyelenggaara negara atau pejabat negara.
“Saya pernah menemukan ada pimpinan lembaga tertinggi yang mengoleksi hewan kulit harimau, gading gajah dan kulit beruang madu dan itu masuk di majalah. Selain itu, saya juga pernah menemukan ada penjaga burung jalak Bali yang menjual burung tersebut. Tanpa disadari hal-hal seperti itu banyak terjadi dan kurang diketahui oleh publik,” katanya.
BACA JUGA: Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, WWF Soroti Perdagangan Satwa Ilegal
Laode menjelaskan, jika memberikan hadiah di atas Rp500 ribu dan yang dipakai oleh pejabat ini berupa binatang atau satwa yang dilindungi, pemberian ini harus segera dilaporkan. Jika pemberian hadiah tersebut tidak dilaporkan maka akan masuk sebagai kasus suap. Namun jika tidak diniatkan sebagai suap tetapi satwa dilindungi itu disimpan oleh pejabat, pemberian ini bisa dikatakan gratifikasi.
“Lebih parahnya lagi kalau ada yang memberikan gratifikasi atau hadiah dalam bentuk binatang yang dilindungi secara terang-terangan, itu perangnya dua kali. Pertama, bisa dipastikan satwa itu mahal karena merupakan satwa yang dilindungi, kedua bisa dipastikan kalau harganya di atas rata-rata,” jelas Laode.
Laode memperkirakan kalau belum banyak pejabat yang paham akan larangan memelihara satwa dilindungi ini. “Saya lihat aparat penegak hukum kita masih banyak melakukan pembiaran untuk masalah gratifikasi ini. Dulu ketika saya naik kapal laut burung nuri atau burung cendrawasih yang dimasukan ke dalam botol atau pipa banyak sekali, dan itu oleh (oknum) aparat Kementerian diberikan kepada bos-bos sebagai hadiah. Tapi itu dulu, semoga sekarang tidak,” ujarnya.
BACA JUGA: Aparat Penegak Hukum Kompak Perangi Perdagangan Satwa Liar Dilindungi
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa Gakkum belum melihat ada orang yang memberikan satwa kepada pejabat.
“Kami melihat sekarang ini belum melihat itu terjadi lagi bahwa orang memberikan satwa kepada pejabat. Itu karena kita sering menyampaikan kepada banyak pihak bahwa perburuan maupun perdagangan ilegal dari satwa-satwa itu merupakan tindak pidana,” ujar Roy kepada Greeners saat ditemui pada Rabu (07/11/2018).
Roy menyatakan bahwa pada satu tahun terakhir tidak ada pemberian hadiah kepada pejabat, namun dirinya tidak menyangkal bahwa perbuatan gratifikasi dalam bentuk satwa dilindungi ini pernah terjadi.
“Setahu saya kami belum menemukan itu (gratifikasi berupa satwa dilindungi, Red.) dalam setahun terakhir ini. Mungkin yang dulu-dulu iya, tapi sekarang ini kami belum menemukan itu,” katanya.
Terkait kejahatan satwa di Indonesia, data WWF Indonesia mencatat ada 8 ton gading gajah beredar di Sumatera selama 10 tahun terakhir, lebih dari 100 orangutan diselundupkan ke luar negeri tiap tahun, lebih dari 2.000 kukang diperdagangkan di Jawa dan juga diselundupkan ke luar negeri, 2.000 ekor trenggiling dijual ilegal ke luar negeri setiap bulan serta setiap tahun 1 juta telur penyu diperdagangkan di seluruh Indonesia.
Penulis: Dewi Purningsih