Empat dari delapan jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) hasil produksi pertamina termasuk jenis BBM kotor. Empat jenis BBM tersebut yaitu Premium88, Pertalite90, Dexlite51, dan Solar48. BBM kotor merugikan konsumen dan mengancam keberlangsungan lingkungan.
Jakarta (Greeners) – Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, menjelaskan Indonesia sudah memiliki banyak regulasi yang mengamanatkan pemerintah untuk melindungi warganya dari BBM kotor.
Ahmad menuturkan, regulasi tersebut mulai dari konstitusi tertinggi sampai peraturan tingkat menteri yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) nomor 2 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O. Meski begitu, hingga saat ini pemerintah belum menghentikan produksi BBM kotor.
Selain itu, kata dia, ada semacam pembangkangan dari sektor lain di pemerintahan. Dia menyebut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), masih memberlakukan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Minyak dan Gas tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
Menurutnya, pemberlakuan SK tersebut merupakan pembangkangan atas regulasi yang ada, mengingat BBM kotor masih tercantum di dalamnya.
“Kementerian ESDM tidak mengindahkan regulasi yang ada seperti Permen LHK nomor 20 tahun 2017. Mungkin mereka menganggap regulasi tersebut setingkat kementerian. Padahal kalau dirunut, Permen LHK ini acuannya Undang-Undang,” ujar Ahmad dalam diskusi Kado Tutup Tahun: Janji Menghapus Premium88, Kamis, (31/12/2020).
KPBB: Keberadaan BBM Kotor Membingungkan Masyarakat
Ahmad menilai, konsumen – dalam hal ini masyarakat— harus terlindungi haknya dalam membeli BBM sesuai dengan kendaraannya.
Saat ini jenis kendaraan yang beredar di Indonesa mengadopsi standar Euro 2, Euro 3, dan Euro 4. Adapun BBM yang cocok untuk jenis dua jenis ini yaitu Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertadex.
“Kondisi saat ini, masyarakat sudah memiliki kendaraan bermotor sesuai dengan standar pemerintah. Tetapi, mau tidak mau mereka harus keliru dalam hal membeli bahan bakar bakar tadi hanya gara-gara yang tersedia di pasaran adalah bahan bakar yang tidak sesuai dengan engine mereka,”jelasnya.
Ahmad memaparkan BBM kotor mengandung bahan tambahan yang tidak sesuai dengan mesin kendaraan, salah satunya belerang.
Dampak Negatif Penggunaan BBM Kotor
Lebih jauh, Ahmad merinci dampak negatif penggunaan BBM kotor secara terus menerus. Dampak buruk tersebut antara lain:
Dampak Teknis
BBM kotor yang tidak sesuai dengan kebutuhan mesin membuat bagian mesin rusak sehingga meningkatkan biaya operasional suku cadang kendaraan.
Dampak Ekonomi
BBM kotor dengan harga lebih murah tidak menjamin menghemat pengeluaran. BBM kotor memiliki jarak tempuh yang lebih dekat dari BBM bersih. Sehingga alih-alih berhemat, penggunaan BBM kotor malah menambah pengeluaran.
Dampak Lingkungan
Penggunaan BBM kotor membuat kendaraan lebih boros. Akibatnya, penggunaan BBM kotor terus menerus berdampak pada beban emisi kendaraan yang menyebabkan tingginya pencemaran udara baik dari aspek karbon monoksida, karbon dioksida, hidro karbon, nitrogen dioksida, dan lain sebagainya.
Dampak Bonus Demografi
Pada tahun 2028 Indonesia berkesempatan meraih bonus demografi. Namun, keberadaan BBM kotor mengancam hal tersebut mengingat ancaman kesehatan dari pencemaran udara.
“Sesungguhnya masyarakat memiliki kecenderungan untuk membeli BBM dengan harga antara Rp. 5.000-7.000 per liter dengan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan engine,” ucapnya.
Baca juga: Riset: 130kg Sampah Medis Bocor ke Teluk Jakarta Setiap Hari
Dorong Pemerintah Terapkan Kebijkan Bahan Bakar Bersih
Ahmad mengatakan pihaknya terus mendorong kepada pemerintah agar kebijakan bahan bakar bersih ini segera diterapkan. Dia berharap pemerintah juga jangan mempertimbangkan nilai politik sebab bisa menghambat penerapan kebijkan BBM yang bersih dan aman.
Dia meminta presiden sebagai kepala negara memimpin pemberlakuan peratuan perundangan secara konsisten dan konsekuen. Termasuk untuk pelarangan impor dan pelarangan pemasaran BBM kotor.
“Presiden harus memimpin proses restrukturisasi kebijakan harga secara transparan. Sehingga harga yang ada di Indonesia nanti juga berlaku seperti yang terjadi di negara-negara lain,” katanya.
Selain itu, dia meminta pemerintah daerah juga harus menyikapi keberadaan BBM kotor ini. Menurutnya, pemerintah daerah bisa menetapkan pelarangan peredaran BBM yang tidak ramah lingkungan di kawasan masing-masing.
“(Pelarangan BBM kotor) itu jelas amanat Undang-Undang juga. Ada Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang HAM yang mengamanatkan hal itu. Jadi kepala daerah berhak untuk melarang peredaran BBM kotor yang akan menyebabkan pencemaran udara yang merugikan kesehatan warganya,” pungkasnya.
Penulis: Muhammad Ma’rup
Editor: Ixora Devi