KPA: Usulan Revisi UU Pokok Agraria 1960 Mengingkari Konstitusi

Reading time: 3 menit
KPA menilai bahwa usulan revisi UU Pokok Agraria 1960 telah mengingkari konstitusi. Foto: KPA
KPA menilai bahwa usulan revisi UU Pokok Agraria 1960 telah mengingkari konstitusi. Foto: KPA

Jakarta (Greeners) – DPR RI telah memasukkan rencana revisi Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2025-2029. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menganggap revisi ini sebagai bentuk pengingkaran terhadap amanat konstitusi. Selain itu, juga berpotensi mencabut kedaulatan rakyat serta bangsa Indonesia atas kekayaan agrarianya.

KPA menilai usulan revisi ini erat kaitannya dengan memuluskan rencana pemerintah untuk memudahkan pengadaan tanah untuk investasi dan proyek strategis nasional (PSN). Hal ini juga berkaitan erat dengan lahirnya UU Cipta Kerja yang telah memangkas hak-hak masyarakat atas tanah.

Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika mengatakan bahwa revisi UUPA 1960 berupaya untuk menghilangkan landasan hukum rakyat atas tanah dan kekayaan agraria yang telah dijamin oleh konstitusi. Kedua, revisi UUPA 1960 ini merupakan upaya untuk mengubah mekanisme penerbitan dan penertiban HGU/HGB agar selaras dengan UU Cipta Kerja.

BACA JUGA: Menteri LHK Tawarkan Verifikasi Seluruh Usulan Hutan Adat

“Seperti kita ketahui, UU Cipta Kerja telah memberi kemudahan dan menghapus sanksi (pencabutan) hak atas tanah bagi korporasi yang terbukti melakukan pelanggaran,” kata Dewi lewat keterangan tertulisnya, Jumat (20/12).

Ia juga menilai bahwa revisi UUPA 1960 menjadi upaya untuk memaksakan HPL (hak pengelolaan) sebagai hak baru untuk mengikuti logika dari UU Cipta Kerja. Menurut Dewi, hal ini bertentangan dengan UUPA 1960 yang tidak mengenal HPL sebagai hak.

KPA menilai bahwa usulan revisi UU Pokok Agraria 1960 telah mengingkari konstitusi. Foto: KPA

KPA menilai bahwa usulan revisi UU Pokok Agraria 1960 telah mengingkari konstitusi. Foto: KPA

KPA Desak DPR

Atas hal tersebut, KPA menolak upaya revisi UUPA 1960. Mereka mendesak DPR RI untuk mengeluarkan usulan revisi UUPA 1960 dari daftar Prolegnas periode 2025-2029.

KPA juga mendesak pemerintah dan DPR RI mempercepat penyelesaian konflik agraria dan penertiban tanah terlantar. Mereka juga meminta pemerintah dan DPR untuk redistribusi tanah kepada rakyat untuk mengurangi ketimpangan sosial di Indonesia.

Selain itu, KPA menuntut pemerintah dan DPR RI menempatkan agenda reforma agraria sebagai dasar utama swasembada pangan, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan industri nasional.

BACA JUGA: Pemerintah akan Terus Menjalankan Reforma Agraria Melalui Perhutanan Sosial

Mereka juga mendesak pemerintah dan DPR RI segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Reforma Agraria (RUU Reforma Agraria), sebagai landasan hukum pelaksanaan reforma agraria yang selaras dengan konstitusi dan UUPA 1960.

“Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Agar menjadi perhatian bersama dan dapat menjadi masukan bagi DPR RI dan pemerintahan Prabowo-Gibran untuk tetap menjaga cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi terhadap kekayaan agraria nasional,” tegas Dewi.

Reforma Agraria Kewajiban Konstitusi

Dewi menekankan bahwa reforma agraria adalah kewajiban konstitusi. Sebab, reforma agraria merupakan amanat dari cita-cita kemerdekaan nasional. Hal itu sebagai upaya untuk meneguhkan kembali hubungan yang luhur dan abadi antara bangsa Indonesia dengan tanah-airnya, serta hubungan yang terkoyak-koyak akibat kolonialisasi selama tiga setengah abad.

Di berbagai negara belahan dunia, reforma agraria adalah agenda pokok untuk mengikis habis sisa-sisa kolonialisme dan sebagai peta jalan pembangunan nasional, terutama di negara-negara yang baru merdeka.

Di Indonesia, agenda reforma agraria tertuang jelas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). Terjemahan langsung dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD 1945) yang mengamanatkan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Kelahirannya juga menandai berakhirnya periode panjang kolonialisme agraria melalui Agrarische Wet 1870. Alat penghisapan rakyat dan tanah air Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda di bidang agraria,” tambahnya.

Sebagai undang-undang payung agraria nasional, proses penyusunannya mencapai 12 tahun, karena dilakukan dengan prinsip-prinsip kehati-hatian. Melibatkan berbagai pakar, akademisi dan kelompok sosial.

Ia mengatakan bahwa para pendiri bangsa ini menyadari betul bahwa UUPA 1960 merupakan panduan dalam mengelola kekayaan agraria secara berkeadilan. UUPA 1960 juga menjadi jalan menuju kemakmuran bagi rakyat Indonesia yang bersendikan pada kehidupan agraris.

Lebih jauh, para pendiri bangsa ini menempatkan agenda reforma agraria sebagai prasyarat utama dalam membangun industri nasional. Reforma agraria juga sebagai kunci untuk mencapai kedaulatan pangan dan energi.

“Selain itu, agenda ini menjadi fondasi pembangunan nasional yang berprinsip kerakyatan. Hal ini guna menciptakan kehidupan yang adil dan makmur bagi seluruh rakyat,” ungkapnya.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top