Jakarta (Greeners) – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan pemerintah telah lalai terkait banyaknya lubang bekas galian tambang batubara di Samarinda yang mangkrak begitu saja. Lubang-lubang bekas galian tambang tersebut ditinggal begitu saja oleh perusahaan tambang batubara tanpa ada reklamasi.
Aktivis Jatam, Ki Bagus Hadi Kusuma menyebutkan sampai saat ini belum ada sanksi tegas dari pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kepada perusahaan tambang batubara yang abai terhadap reklamasi.
“Tindakan tegas dari KLHK jelas akan memberikan efek jera bagi perusahaan yang lain,” ujar Ki Bagus dalam aksi damai yang digelar Jatam terkait galian tambang yang terabaikan di Jakarta, Senin (07/09).
Berdasarkan data dari Jatam, sebanyak 15 anak tewas karena tenggelam di area lubang bekas galian tambang batubara di Kalimantan Timur dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Sebelas anak di antaranya adalah korban jiwa di lubang galian yang ada di Samarinda.
Ki Bagus menilai bahwa jumlah tersebut dapat berhenti jika pemerintah serius menanganinya. “Terbukti pembiaran terhadap lubang galian batubara hanya menambah jumlah korban,” tegasnya.
Ki Bagus juga menyebutkan bahwa 71 persen dari keseluruhan area Samarinda adalah kapling dari 52 perusahaan tambang batubara. Belum adanya ketegasan pemerintah menyikapi lubang bekas galian tambang membuatnya khawatir jumlah korban akan terus bertambah. “Harus berapa anak lagi yang tenggelam di lubang tambang agar KLHK mau bertindak tegas?” katanya.
Sebagai informasi, lubang bekas galian tambang batubara telah menewaskan 15 anak di Kalimantan Timur dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Berdasarkan rilis yang dikeluarkan Jatam pada Senin (07/09), disebutkan bahwa kasus terakhir terjadi pada tanggal 24 Agustus 2015.
Korban bernama Muhamad Yusuf Subhan (11) meninggal di lahan konsensi milik PT Lana Harita Indonesia, Samarinda. Kasus ini adalah kasus ke tiga sejak Mei 2015, dua di antaranya kasus di Samarinda dan satu kasus di Kutai Kartanegara.
Dalam rilis tersebut disebutkan bahwa pada 24 Februari 2015, Jatam dan ibu dari korban kesembilan yang bernama Raihan Saputra, telah bertemu langsung dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, terkait dengan lubang-lubang tambang di Samarinda yang telah memakan banyak korban anak-anak.
Dalam pertemuan tersebut disebutkan bahwa Siti Nurbaya berkomitmen untuk menindak tegas perusahaan tambang yang telah lalai dalam melaksanakan reklamasi dan mengabaikan keamanan di sekitar lubang tambang.
“Namun, belum sempat komitmen dari Kementerian LHK dituntaskan, korban anak-anak kembali berjatuhan di lubang tambang batubara,” ungkap Jatam dalam siaran persnya.
Penulis: TW