Jakarta (Greeners) – Gunung Beriun yang merupakan bagian dari kawasan pegunungan kapur (karst) Sangkulirang Mangkalihat, Kalimantan Timur, adalah rumah bagi berbagai flora dan fauna seperti anggrek hitam, jamur hutan, kantung semar, tupai, bekantan dan beberapa jenis flora dan fauna endemik lainnya.
Saat ini, kawasan Beriun Raya tengah menghadapi ancaman besar akibat pengelolaan ekosistem yang bersifat ekstraktif dan konversi bentang alam untuk perkebunan sawit, pabrik semen, pemukiman dan infrastrukturnya pun turut menyumbang kerusakan karst.
BACA JUGA: Pengelolaan Karst Perlu Lebih Dari Sekadar Kriteria Teknis
Irwan Fecho, Ketua Forum Peduli Karst Kutai Timur (FPKKT) mengatakan bahwa kawasan Gunung Beriun adalah kawasan lindung yang masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kutai Timur ataupun Provinsi Kalimantan Timur. Namun di dalam kawasan Gunung Beriun ini pula terdapat wilayah Izin Usaha Pemanfaat Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA) milik PT Segara Indochem.
“Karena itu kami menyarankan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera moratorium penebangan hutan, addendum atau merevisi wilayah IUPHHK-HA milik PT Segara Indochem tersebut,” katanya kepada Greeners usai menggelar konferensi pers Ekspedisi Black Borneo, Jakarta, Senin (31/10).
Irwan juga menyatakan bahwa FPKKT juga meminta agar pemerintah Kabupaten Kutai Timur melakukan pengelolaan hutan lindung dan memanfaatkannya dengan mengedepankan potensi jasa lingkungan ataupun pariwisata minat khusus.
Gunung Beriun adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan karst dan manusia di sekitarnya dimana Gunung Beriun berfungsi mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah.
Menurut ahli karst dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Pindi Setiawan, kawasan karst di Kalimantan Timur sangat unik. Bila tidak dilindungi akan terjadi musim kering panjang hingga mempengaruhi kehidupan masyarakat karena karst merupakan kawasan yang mampu menampung air.
Kawasan Karst Mangkalihat-Sangkulirang bermorfologi tegakan menara-menara curam, berisi ribuan lorong-lorong goa, baik goa berair maupun goa fosil. Kawasan Karst ini menyebar dari pedalaman barat menuju pesisir timur. Kawasan pesisir timur dihiasi terumbu-terumbu tempat hidup fauna karang. Kawasan karst ini bahkan menyimpan cerita manusia-manusia pertama Kalimantan, jauh lebih tua dari kebudayaan Kutai.
“Sedikitnya ada 37 goa prasejarah dengan artefak atau gambar-gambar prasejarah tertua di Asia Tenggara. Gambarnya sangat unik dan menjadi titik penting kebudayaan prasejarah dunia,” ujar Pindi.
BACA JUGA: Kerusakan Kawasan Karst Terbesar Terjadi di Jawa Timur
Sebagai informasi, Ekspedisi Black Borneo adalah sebuah penjelajahan ekstrim di kawasan hutan hujan tropis Kalimantan. Dipilihnya Gunung Beriun karena merupakan satu-satunya puncakan berkontur tanah sehingga potensial memandang keanekaragaman hayati khas hutan hujan tropis Indonesia.
Iwan Irawan selaku Ketua Operasi Ekspedisi Black Borneo 2016 mengatakan diperkirakan kawasan Gunung Beriun belum teridentifikasi secara menyeluruh karena belum ada informasi yang valid mengenai kegiatan penelusuran di kawasan tersebut. Hal ini mendorong tim ekspedisi harus berupaya lebih untuk mengenal karakteristik dalam melakukan pendataan kekayaan alam di sana.
“Dengan terbukanya jalur menuju puncak Gunung Beriun, diharapkan akan membuka peluang dan mempermudah langkah untuk penelitian-penelitian lanjutan di kawasan ini,” katanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan The Nature Conservancy mencatat setidaknya ada 120 spesies burung, 200 spesies serangga dan antropoda, 400 spesies flora, dan sekitar 500 spesies ikan di kawasan Gunung Beriun. Selain itu, kawasan ini merupakan salah satu habitat penting bagi kelestarian orangutan kalimantan.
Penulis: Danny Kosasih