Jakarta (Greeners) – Dinas Kehutanan (Dishut) Bali akhirnya menggelar konsultasi publik tentang evaluasi Rencana Pengelolaan Tahura Ngurah Rai terkait revisi penataan blok di Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I. Namun sayangnya, konsultasi tersebut tidak berjalan mulus karena terkesan dilakukan secara terburu-buru.
Suriadi Darmoko, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, menduga bahwa rencana perubahan blok di kawasan tahura berpotensi ditunggangi oleh “penumpang gelap”. Hal ini ia nyatakan setelah melihat pemaparan presentasi dari tim evaluasi yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan pariwisata alam, dan rekreasi.
“Saya sepakat jika Kuta ingin mencegah banjir, tapi jangan sampai kemudian keinginan warga Kuta ini ditunggangi oleh pemerintah bahkan investor. Artinya, saya tidak melihat bahwa perubahan kawasan pemanfaatan blok ini tujuannya hanya murni untuk normalisasi, tapi saya menduga ada penumpang gelap,” paparnya saat dihubungi oleh Greeners, Jakarta, Kamis (17/09).
Sebelum menyampaikan pandangannya pada konsultasi publik tersebut, Suriadi juga menegaskan bahwa kehadiran Walhi Bali semata-mata hanya untuk menghormati undangan dari Dinas Kehutanan tetapi tidak datang untuk menyepakati apapun di dalam konsultasi publik tersebut.
Menurutnya, Walhi Bali justru menyayangkan undangan konsultasi publik ini yang terkesan sengaja dibuat mendadak karena Walhi Bali baru menerima undangan satu hari sebelum pertemuan berlangsung. Walhi Bali juga menyesalkan proses konsultasi publik ini yang tidak terbuka sejak awal.
“Konsultasi publik ini menurut dugaan saya dimanipulasi karena Prof. Merit (anggota tim evaluasi, red.) menyampaikan dia tidak pernah membahas yang tukar guling dengan Area Penggunaan Lain (APL). Tapi kemudian dikesimpulannya dia menyampaikan agar Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera memproses. Jadi ini konsultasi apa? Apakah ini untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat Kuta yang ingin normalisasi Tukad Mati atau proses ini digunakan secara terselubung untuk melegitimasi proses perubahan APL?” katanya.
Suriadi menduga, tukar guling kawasan Tahura akan digunakan untuk mengakomodir rencana reklamasi Teluk Benoa. Pasalnya, rencana tersebut tumpang tindih dengan kawasan hutan. Artinya, Menteri Kelautan dan Perikanan di era SBY mengeluarkan izin reklamasi, tapi berada di kawasan hutan yang bukan kewenangannya.
Sebagai informasi, penataan blok ini sendiri mencuat setelah Dishut Bali menghentikan proyek long storage untuk penanggulangan banjir di Tukad Mati. Proyek itu disebut melanggar blok perlindungan Tahura, sehingga untuk melanjutkan perlu adanya revisi blok dari perlindungan menjadi pemanfaatan.
Sayangnya konsultasi publik justru tidak mengerucut membahas soal Tukad Mati. Anggota Tim Evaluasi Prof. I Nyoman Merit justru lebih banyak menyinggung masalah tukar-menukar kawasan tahura.
Penulis: Danny Kosasih