Kondisi Keanekaragaman Hayati Indonesia Memburuk

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: the_tahoe_guy/flickr.com

Jakarta (Greeners) – Kondisi keanekaragaman hayati Indonesia tengah terancam. Maraknya perdagangan satwa ilegal, pencurian keanekaragaman hayati maupun sumber daya genetik serta lemahnya perlindungan hukum menjadi penyebab semakin berkurangnya jumlah keanekaragaman hayati Indonesia.

Direktur Eksekutif Yayasan Kehati M.S. Sembiring kepada Greeners mengatakan, pada kenyataannya jumlah keanekaragaman hayati Indonesia terus berkurang terutama beberapa spesies kunci yang dimiliki oleh Indonesia. Ia mengkhawatirkan beberapa spesies kunci tersebut bisa terancam punah jika tidak benar-benar diperhatikan dan dilindungi.

“Kondisi keanekaragaman hayati kita saat ini lebih buruk dan menurun kuantitasnya dari tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya saat dimintai keterangan terkait Hari Keanekaragaman Hayati Dunia, Jakarta, Minggu (22/05).

Kondisi semakin menurunya jumlah keanekaragaman hayati di Indonesia, dikatakan oleh Sembiring, adalah dampak dari kombinasi antara tidak adanya aturan hukum yang kuat serta lemahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mengetahui dan melindungi keanekaragaman hayati yang ada.

Apapun yang akan dilakukan dalam rangka menjaga dan melindungi Keanekaragaman hayati, katanya, semestinya diiringi oleh kekuatan hukum yang jelas dan kuat. Menurutnya, revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem harus segera rampung agar perlindungan terhadap keanekaragaman hayati Indonesia menjadi jelas.

Direktur Jendral (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Tahrir Fathoni mengatakan bahwa revisi UU No. 5 Tahun 1990 yang sudah berjalan 90 persen saat ini tidak hanya merevisi aturan hukum dan sanksi saja, namun juga memperluas aturan mulai dari tata kawasan konservasi hingga kaitannya dengan MTA (material transfer agreement) yaitu pemilik biodiversitas haruslah memiliki otoritas baik itu nasional, internasional maupun swasta.

Tahrir juga setuju bahwa masih diperlukan peran aktif dan kesadaran masyarakat dalam melindungi dan menjaga keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan pencanangan gerakan nasional penyelamatan tumbuhan dan satwa dilindungi yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis (14/04) lalu.

“Melalui perayaan Hari Keanekaragaman Hayati ini kita juga ingin kembali menggelorakan semangat dan kepedulian seluruh pihak dalam menjaga kelestarian dan keselamatan biodiversitas kita,” tambahnya.

Terkait perlindungan hukum yang dinilai masih lemah oleh beberapa pihak, Direktur Jendral Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyatakan perlu adanya kekuatan hukum yang dapat membuat jera pelaku kejahatan terhadap keanekaragaman hayati Indonesia.

Menurut Rasio, selama proses revisi UU No. 5 Tahun 1990 belum selesai, pihaknya masih terus melakukan operasi-operasi di lapangan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak. Ia menambahkan, pengamanan kawasan konservasi juga sangat perlu dilakukan karena banyak kasus pencurian sumber daya genetik maupun perburuan satwa liar terjadi di dalam kawasan konservasi yang seharusnya dilindungi. Pengamanan kawasan konservasi, lanjutnya, adalah kunci agar tidak ada lagi kasus perburuan tumbuhan dan satwa dilindungi, dan sumber daya genetik.

Sebagai informasi, Hari Internasional untuk Keanekaragaman Hayati (The International Day for Biological Diversity) diperingati pertama kali pada tanggal 29 Desember 1993 berdasarkan penetapan Komite Kedua Majelis Umum PBB pada tahun 1993. Tanggal ini bertepatan dengan pelaksanaan Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati (Convention On Biological Diversity /COP).

Namun pada bulan Desember 2000, PBB menetapkan Hari Internasional untuk Keanekaragaman Hayati menjadi tanggal 22 Mei dimana pada tanggal 22 Mei 1992, Teks Kesepakatan Keanekaragaman (Nairobi Final Act of The Conference for The Adoption of The Agreed Text of The Convention on Biological Diversity) disahkan.

Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup pada tahun 2013, Indonesia memiliki luas wilayah 1,3 % dari luas permukaan bumi dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi (mega biodiversity), yaitu sekitar 17 % dari keseluruhan jenis makhluk hidup yang ada di bumi ini. Di dalamnya tersimpan lebih dari 28.000 jenis tumbuh-tumbuhan, diantaranya terdapat 400 jenis buah-buahan asli Indonesia yang dapat dimakan dan bermanfaat. Indonesia memiliki 7.500 jenis tanaman obat yang mana 10 % dari jumlah tumbuhan obat yang ada di dunia.

Data dari LIPI tahun 2011 juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 6.000 jenis tanaman bunga, baik yang liar maupun yang dipelihara. Indonesia juga memiliki 707 jenis mamalia, 1.602 jenis burung, 1.112 jenis amfibi dan reptil, 2.800 jenis invertebrata, 35 jenis primata dan 120 jenis kupu-kupu. Selain itu data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan juga mencatat bahwa di perairan Indonesia terdapat 1.400 jenis ikan dan 450 jenis terumbu karang dari 700 jenis terumbu karang yang ada di dunia.

Penulis: Danny Kosasih

Top