Jakarta (Greeners) – Kementerian Perhubungan menerbitkan peraturan baru tentang keselamatan pesepeda di jalan. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tersebut resmi diundangkan pada Selasa, 25 Agustus lalu. Menanggapi terbitnya regulasi, Institute Transportation and Development Policy dan Komunitas Bike to Work Indonesia pun memberikan sejumlah catatan bagi pemerintah.
Ketua Umum B2W Indonesia Poetoet Soedarjanto, misalnya, menyoroti tidak dipertimbangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai rujukan peraturan. Ia mengutip sejumlah pasal dalam undang-undang yang telah mengatur kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda (Pasal 62), keselamatan, dan keamanan para pejalan kaki maupun pesepeda (Pasal 106, Pasal 284, Pasal 106).
“Di UU Nomor 22/2009 ini banyak pasal yang membahas sepeda, tapi tidak dijadikan salah satu rujukan,” ujarnya kepada Greeners, Senin, (21/09/2020).
Baca juga: Kota Besar di Dunia Andalkan Sepeda untuk Tangkal Pencemaran Udara
Menurutnya, Pasal 4 Ayat 1 Permenhub Nomor 59 Tahun 2020 juga tak secara rinci merujuk ke undang-undang tertentu. Ia justru mempertanyakan perundang-undangan yang digunakan pemerintah. Dalam pasal dan ayat yang sama, kata dia, regulasi tersebut mengecualikan sepeda balap, sepeda gunung, dan jenis sepeda lain untuk menggunakan spakbor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. “Sepeda lipat, sepeda tandem atau sepeda kargo tidak ada undang-undang yang mengatur,” ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Manajer Komunikasi dan Kerja Sama, Institute Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Fani Rachmita. Ia mengatakan lembaganya mengapresiasi hadirnya Permenhub Nomor 59 Tahun 2020 tersebut. Meski begitu, masih ada beberapa catatan untuk peraturan baru ini. Menurutnya, salah satu aturan mengenai perlengkapan seperti baju dan spakbor yang ditekankan dalam permenhub kurang diperlukan.
Fani mengutip Pasal 2 Ayat 2 Permenhub Nomor 59 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa sepeda harus memenuhi persyaratan keselamatan dengan menyertakan spakbor, bel, sistem rem, dan lampu saat beroperasi di jalan. Selain itu moda transportasi ini juga disebut perlu dilengkapi alat pemantul cahaya berwarna merah, alat pemantul cahaya roda berwarna putih atau kuning, dan pedal.
“Di beberapa kota di dunia (yang) mewajibkan pesepeda menggunakan perlengkapan tertentu berdampak pada penurunan penggunaan sepeda itu sendiri,” ucapnya ketika dihubungi Greeners, pada Sabtu, (19/09/2020).
Baca juga: Gowes Baraya Bandung: Pesepeda Butuh Jalur yang Aman dan Nyaman
Catatan kedua, yakni kewajiban pembangunan infrastruktur sepeda atau jalur sepeda dibagi berdasarkan wewenang jalan. Menurut Fani, jika pemerintah daerah seperti Jakarta ingin membangun jalur sepeda, hal itu hanya bisa dilakukan di jalan-jalan kolektor dan tidak bisa di jalan arteri. Penyebabnya karena wewenang berada di Kementerian Perhubungan dan atau Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
Ketiga, acuan teknis yang tertera di Permenhub dinilai tidak detail dan kurang mengakomodir pelaksanaan di lapangan. Fani menyebut pada Pasal 13 Permenhub 59/2020, misalnya, jalur sepeda minimal dibuat 1,2 meter dan tidak ada ketentuan proteksi atau pembatas yang memisahkan jalur sepeda dengan jalan kendaraan bermotor.
“Belum lagi masalah ketentuan jalur ketika ada on street parking dan jalur khusus bus di Pasal 13. Hal ini harus dipertimbangkan lagi karena malah menempatkan sepeda di tengah (konflik dengan pengendara),” kata dia.
Baca juga: YLKI Tolak Air Kemasan Galon Sekali Pakai
Ia mengatakan keselamatan pesepeda harus menjadi prioritas para pengambil kebijakan. Sebab, penggunaan sepeda bukan hanya sebagai moda transportasi, tetapi juga alat untuk memutar kegiatan ekonomi. Mewajibkan berbagai atribut tanpa mengidentifikasi isu, kata dia, malah akan menurunkan minat penggunaan sepeda.
“Keselamatan pesepeda wajib dijamin oleh negara, sehingga jalur sepeda terproteksi seharusnya menjadi prioritas kebijakan utama untuk mendorong penggunaan sepeda lebih masif lagi,” ucapnya.
Menurutnya diperlukan kerja sama dan visi yang selaras dalam hal pembangunan infrastruktur bagi pesepeda. Koordinasi tersebut, kata dia, dapat dilakukan dengan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang mempunyai tugas pokok dan fungsi serupa. Hal tersebut bertujuan agar Permenhub Keselamatan Pesepeda di Jalan tersebut dapat diimplementasikan dengan maksimal dan sebaik-baiknya.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani