Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat bersama dengan Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung yang tergabung dalam Koalisi Melawan Limbah melayangkan gugatan kepada Bupati Sumedang atas terbitan Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.509-IPLC/2014 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) ke Sungai Cikijing.
Gugatan yang disampaikan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung tersebut menyasar tiga perusahaan tekstil antara lain PT. Kahatex dengan pelayangan surat tertanggal 7 Juli 2014; SK Nomor 660.31/Kep.784-IPLC/2014 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair ke Sungai Cikijing, PT. Five Star Texile Indonesia tertanggal 30 Januari 2014; dan gugatan terhadap SK Nomor 660.31/Kep.198-IPLC/2013 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Ke Sungai Cikijing yang diberikan kepada PT. Insan Sandang Internusa.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan, pencemaran sungai Cikijing dan sawah warga di Rancaekek adalah bentuk kelalaian dan pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah Sumedang dan Provinsi Jawa Barat serta perusahaan selama lebih dari 20 tahun.
“Pemerintah harus bertanggung jawab, selain tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh ketiga perusahaan yang mencemari sungai dan sawah tersebut. Untuk menghentikan pencemaran di sungai Cikijing maka IPLC-nya harus dibatalkan dan dicabut,” tegasnya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Selasa (22/12).
Sementara itu, Dhanur Santiko, S.H. dari LBH Bandung mengatakan, dalam menerbitkan IPLC tersebut, pemerintah Kabupaten Sumedang dinilai tidak memerhatikan azas umum pemerintahan yang baik dan bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan. Akibatnya, ekosistem Sungai Cikijing dan Lahan Pertanian di Desa Linggar, Jelegong, Sukamulya dan Bojong Loa Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung rusak parah.
Padahal luas sebaran pencemaran mencapai lebih dari 1.000 Hektare, yang terbagi ke dalam tiga kelas kedalaman tanah pertanian, yaitu <30 cm, 30-60 cm, dan >60 cm. Tanaman padi menjadi tidak subur dan produktivitas pertanian menurun yang menyebabkan kerugian mencapai ratusan milyar pada kurun waktu 2009 hingga 2013.
IPLC ini, katanya, harus digugat karena dalam penerbitannya, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Permen LH No. 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air.
“Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sumedang juga telah melanggar atau tidak memperhatikan azas umum pemerintahan yang baik dan IPLC tersebut tidak sah dan harus dibatalkan,” tambah Dhanur.
Ketua Pawapeling Bandung Raya Adi M. Yadi juga menyatakan kalau gugatan IPLC ini dilakukan sebagai bentuk public complaint terhadap produk kebijakan yang tidak memerhatikan kepentingan umum dan kelestarian lingkungan hidup Sungai Cikijing. Terbitnya IPLC tersebut, menurut Adi, telah merampas hak konstitusional warga dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Untuk itu kami mendesak Pemda Sumedang melalui PTUN untuk membatalkan dan mencabut IPLC ketiga perusahaan tersebut,” tegasnya.
Greenpeace Indonesia juga menyatakan mendukung penuh gugatan hukum yang dilakukan untuk mendorong terciptanya penegakan hukum yang tegas terhadap pencemar. Ahmad Ashov Birry, Juru Kampanye Detox Greenpeace menegaskan, melalui gugatan yang telah dilayangkan, koalisi ini mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pencemar Sungai Cikijing yang merupakan sumber air bagi lahan produktif pertanian di Rancaekek.
Pencemaran limbah berbahaya beracun industri secara terang-terangan terus terjadi tidak hanya di Rancaekek, tapi juga diberbagai tempat, khususnya di daerah aliran Sungai Citarum, karena absennya tindakan hukum yang tegas terhadap para pencemar.
“Bila ini terus dibiarkan, maka tidak hanya kerugian ekonomi yang sangat besar akan kita alami, namun juga masa depan generasi mendatang yang teracuni oleh bahan berbahaya beracun industri,” tukasnya.
Penulis: Danny Kosasih