Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang Penyelesaian Tanah dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTKH). Keputusan ini memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di 10 kabupaten di Jawa Barat yang sebelumnya dianggap tinggal di kawasan hutan.
SK ini merupakan hasil perjuangan selama tiga tahun yang melibatkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Serikat Hijau Indonesia (SHI), dan masyarakat setempat.
Dengan terbitnya SK 1290 Tahun 2024 tentang Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan, masyarakat di 10 kabupaten kini memiliki kejelasan hukum terkait status tanah mereka. SK ini berkaitan dengan PPTKH Provinsi Jawa Barat Tahap 1.
BACA JUGA: Warga Jabar Minta Pemerintah Selesaikan Hak Tanah di Kawasan Hutan
SK ini berfungsi sebagai kunci untuk mengurangi potensi konflik antara warga dan pemerintah terkait status lahan. Perlindungan hukum yang pemerintah berikan ini memungkinkan banyak keluarga untuk terus menetap tanpa khawatir akan penggusuran atau sengketa di masa depan.
Manajer Pengakuan Wilayah Kelola Rakyat Eksekutif Nasional Walhi, Ferry Widodo menekankan pentingnya memastikan KLHK juga melepaskan tanah berupa ladang dan kebun yang rakyat kelola, bukan hanya kawasan pemukiman.
“Meskipun SK telah keluar, pekerjaan besar masih menanti,” ungkap Ferry lewat keterangan tertulisnya, Senin (14/10).
Peanandaan Kawasan Jadi Tantangan
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudin atau Iwang, penandaan tapal batas kawasan yang dilepaskan dari status hutan menjadi tantangan selanjutnya.
“Proses ini harus melibatkan masyarakat agar tidak terjadi konflik di lapangan. Kami akan terus mengawal hingga semua tahapan selesai,” ujar Iwang.
Ia juga menegaskan bahwa KLHK harus bertindak dengan hati-hati dan melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk pemerintah desa dan perwakilan masyarakat dalam proses penandaan tapal batas. Transparansi dalam penandaan tapal batas menjadi krusial agar semua pihak memahami batas-batas yang sah dan mencegah sengketa di kemudian hari.
BACA JUGA: 10 Negara dengan Wilayah Hutan Lindung Terbanyak
Selain penandaan tapal batas, Walhi dan SHI juga akan mengawasi proses penerbitan Surat Biru. Surat Biru ini merupakan tahap akhir dari legalisasi lahan. Dokumen ini akan memberikan jaminan penuh kepada warga bahwa lahan tersebut telah sah keluar dari kawasan hutan.
“Pendampingan intensif kepada masyarakat juga akan terus kami lakukan agar mereka dapat mengelola lahan tersebut secara berkelanjutan. Ini sekaligus mendukung pemulihan ekosistem dan pengembangan ekonomi masyarakat,” ucapnya.
Tanggung Jawab Pemerintah Bukan Hanya SK
Iwang menegaskan, tanggung jawab mereka tidak hanya berhenti pada keluarnya SK. Mereka akan terus mendampingi masyarakat agar dapat mengelola lahan secara bijak dan berkelanjutan. Penting untuk memastikan bahwa lahan yang sudah dilepaskan dari kawasan hutan tidak menimbulkan masalah baru, baik secara lingkungan maupun sosial.
Harapan besar kini terletak pada masyarakat untuk mengelola lahan mereka dengan cara yang berkelanjutan. Walhi, SHI, dan berbagai organisasi lingkungan lainnya akan terus memantau pengelolaan lahan ini. Hal itu untuk memastikan tidak ada kerusakan lingkungan akibat pengelolaan yang salah.
“Pendampingan akan terus kami lakukan agar lahan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa merusak ekosistem yang ada,” imbuh Iwang.
Dengan demikian, terbitnya SK ini menjadi kemenangan bagi masyarakat dan organisasi yang peduli terhadap hak-hak warga. Namun, Iwang menegaskan bahwa mereka perlu memastikan penggunaan hak-hak ini secara bijak dan bertanggung jawab demi kepentingan bersama.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia