Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.40/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017, tentang Fasilitasi Pemerintah pada Usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut guna menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 jo Nomor 57 Tahun 2016, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan bahwa terbitnya Peraturan Menteri ini sebagai jawaban bagi semua pihak atas pengaturan mekanisme penggantian lahan usaha (land swap) pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada HTI (IUPHHK-HTI). Syarat utama perolehan land swap adalah telah disahkannya revisi atau penyesuaian Rencana Kerja Usaha (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT).
“Alokasi land swap diarahkan pada areal bekas HTI yang memiliki kinerja tidak bagus atau dikembalikan atau berupa areal pemohon yang belum turun perizinannya,” ujar Bambang, Jakarta, Rabu (19/07). Ia menambahkan bahwa alokasi lahan land swap merupakan areal kerja HTI yang memiliki kinerja buruk dan harus di tanah mineral.
BACA JUGA: Perusahaan Penghasil Produk dengan Kemasan Mulai Lirik Konsep Circular Economy
Bambang menjelaskan bahwa saat ini telah tersedia alternatif penyediaan land swap seluas kurang lebih 902.210 Ha. Alokasi tersebut bersumber dari areal yang belum turun perizinannya seluas 507.410 Ha, areal kelola sosial yang berada di luar Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) seluas 290.560 Ha, areal tutupan lahan hutan di bawah 20% dan berdekatan dengan HTI seluas 61.785 Ha, serta areal Hutan Produksi yang belum diarahkan seluas 42.445 Ha.
“Dalam Permen LHK ini, pemerintah memberikan banyak fasilitas bagi pemegang konsesi dalam bentuk dukungan penanganan konflik, dukungan pengembangan perhutanan sosial, dan dukungan penyediaan lahan pengganti,” katanya.
BACA JUGA: KLHK Cabut Tanaman Akasia di Lahan Gambut Miliki PT BAP
Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Drasospolino menyatakan bahwa penyesuaian RKU dan RKT IUPHHK-HTI sesuai peta Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG) perlu tetap menjaga kontinuitas ketersediaan bahan baku industri dan kesinambungan usaha. Land swap diberikan kepada pemegang IUPHHK-HTI yang areal kerjanya ditetapkan menjadi FLEG, seluas di atas atau sama dengan 40%.
Berdasarkan hasil review areal tanaman pokok yang terkena fungsi ekosistem gambut, lahan seluas 699.929 Ha telah dilakukan realisasi tanaman pokok di FLEG, sedangkan seluas 210.464 Ha belum ditanami. Namun, katanya, apabila dalam waktu satu tahun tidak dilakukan penanaman atau tidak ada kemajuan pemanfaatan di lapangan pada areal land swap, maka menteri akan mencabut pemberian land swap tersebut.
“KLHK akan terus melakukan asistensi, pengawasan dan penilaian terhadap implementasi land swap hingga dicapai tingkat keberhasilan dalam pengelolaan ekosistem gambut dan keberlangsungan usaha HTI,” kata Drasospolino.
Penulis: Danny Kosasih