Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan draf revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Keanekaragaman Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya rampung pada akhir Agustus 2016. Sebelumnya proses revisi UU tersebut telah lebih dulu melalui proses uji dan konsultasi publik setidaknya di sepuluh daerah.
Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem KLHK Tachrir Fatoni menyatakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memastikan akan mulai memasukkan revisi UU 5/90 ini ke dalam Program Legislasi Nasional dan akan dikaji setelah pembahasan UU Karantina selesai diundangkan.
“Akhir Agustus ini ditargetkan. Semua sudah rampung, hanya tinggal finalisasi drafnya saja,” kata Tachrir saat ditemui di gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta, Kamis (04/08).
BACA JUGA: Revisi UU Nomor 5 Tahun 1990, Perluas Kategori Perlindungan Satwa Liar
Lebih lanjut, Tachrir mengatakan dalam revisi UU tersebut telah dilakukan beberapa perubahan pasal dan penambahan pembahasan baru. Seperti misalnya, pasal perlindungan terhadap satwa liar dilindungi dari luar Indonesia yang masuk dalam kategori Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar. Artinya, satwa yang dilindungi di dunia juga akan mendapat perlindungan di Indonesia.
Selain itu, sumber daya genetik juga menjadi isu utama yang dibahas dalam RUU Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem. Tachrir menyatakan bahwa tingkatan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia harus dilihat mulai dari genetik, spesies, dan ekosistem. Potensi sumber daya genetik ini bisa ditemui dalam tumbuhan, satwa, mikroba dan pengetahuan tradisional yang tersebar di dalam dan di luar kawasan konservasi.
“Potensi pencurian sumber daya genetik di Indonesia cukup rentan. Data KLHK hingga tahun 2014, peneliti asing sebanyak 24 persen menjadi pihak kedua yang terbanyak meneliti terhadap satwa liar di Indonesia. Angka akses permintaan untuk penelitian sumber daya genetik tersebut masih bisa terus bertambah dan berjalan sementara aturan terhadap sumber daya genetik belum memadai,” katanya.
Sedangkan untuk penegakan hukum, ia mengaku bersama dengan Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK juga merevisi sanksi bagi pelaku kejahatan terhadap sumber daya alam dengan memasukkan poin sanksi minimal di dalam pasal.
BACA JUGA: Sumber Daya Genetik Akan Masuk Dalam Revisi UU Konservasi Keanekaragaman Hayati
Direktur Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, direktoratnya masih menunggu finalisasi draf revisi UU 5/90 tersebut. Ia menyatakan masih akan terus melakukan penindakan terhadap para pelaku kejahatan lingkungan dengan menggunakan kekuatan yang tertuang dalam UU 5/90 yang belum direvisi.
“Kita memang menunggu dan membutuhkan undang-undang itu. Tapi bukan berarti selama revisi tersebut belum selesai, kita jadi tidak bisa apa-apa. Penegakan hukum tetap jalan meski banyak pelaku perdagangan tumbuhan satwa liar yang hanya dihukum ringan,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih