Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan target pengurangan sampah sebanyak 7,8 juta ton atau 12% pada tahun 2016, 12 ton (18%) pada tahun 2017 dan 2018, dan 13,4 juta ton (20%) pada tahun 2019.
Untuk merealisasikan target tersebut, KLHK berencana mengubah tahapan pengelolaan sampah dari yang sebelumnya dilakukan dari tahapan kumpul, angkut, buang, akan diubah menjadi diolah di sumber kumpul. Pengelolaan sampah cara baru tersebut diharapkan bisa menjadi energi dan memiliki nilai jual.
Direktur Pengelolaan Sampah Direktorat Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, R Sudirman mengatakan bahwa rencana tersebut merupakan bagian dari gerakan revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Menurutnya, Kementerian LHK menargetkan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah dapat terealisasi pada 2016-2017. Pengelolaan sampah tersebut akan dimulai dari lingkup rumah tangga dan nantinya berkembang ke lingkup yang lebih luas.
“Partisipasi masyarakat dalam mengolah sampah ini akan mengurangi residu ke tempat pembuangan akhir nantinya,” kata Sudirman, Jakarta, Senin (24/05).
Selain itu, untuk mengatasi permasalahan sampah, KLHK memperluas kriteria penilaian untuk penganugerahan Adipura. Penilaian ini mencakup Tempat Pembuangan Akhir sampah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Penghargaan Adipura selama ini diberikan kepada daerah yang ramah lingkungan, bersih, hijau, serta memiliki nilai jual. Karena itu, pengelolaan sampah yang memiliki nilai tambah (menghasilkan energi atau lainnya) akan menjadi persyaratan baru untuk prestasi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah.
Pada 2015 misalnya, hanya 68 dari 500 kabupaten/kota se-Indonesia yang menerima penghargaan Adipura. Oleh karena itu, Kementerian LHK akan mencoba mengadopsi model pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Surabaya, Jawa Timur, dan Depok, Jawa Barat, untuk diimplementasikan secara nasional.
“Surabaya sebagai kota metropolitan berhasil mengurangi sampah hingga 48 persen sedangkan DKI Jakarta hanya mampu mengurangi sekitar 9 persen setiap tahunnya,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih