Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mensosialisasikan standardisasi teknologi insinerator ramah lingkungan guna mencegah terjadinya pembuangan limbah secara ilegal. Limbah yang dimaksud termasuk limbah medis yang dihasilkan rumah sakit.
“Salah satu permasalahan yang dihadapi berbagai kota di Indonesia saat ini adalah timbulan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang tidak terkelola dengan baik dan benar. Oleh karenanya, kami membuat sosialisasi standardisasi teknologi insinerator bagi perusahaan, rumah sakit, puskesmas, dan fasilitas kesehatan lainnya,” ujar Sinta Saptarina Soemiarno, Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 KLHK pada Forum Standardisasi Teknologi Insenerator Ramah Lingkungan, Jakarta, Rabu (03/10/2018).
BACA JUGA: IZWCC 2018, Industri Diminta Mencari Solusi Jangka Panjang atas Residual Waste
Pengelolaan limbah B3 dari Fasyankes telah diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Peraturan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Pengelolaan limbah medis meliputi tahapan pengurangan dan pemilahan limbah B3, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan.
Sinta mengatakan diharapkan standardisasi yang akan menjadi acuan para penyedia teknologi insenerator dapat mengendalikan dampak pencemaran limbah B3 dari kegiatan fasyankes terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Standarisasi teknologi insinerator ini untuk meningkatkan pengelolaan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sementara itu, Kepala Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan KLHK, Noer Adi Wardojo, mengatakan bahwa KLHK telah memiliki mekanisme sistem verifikasi dan registrasi teknologi ramah lingkungan. Sistem verifikasi ini ditujukan bagi para penyedia teknologi pengelolaan limbah dan mengacu pada standar internasional ISO 14034:2016 Environmental Management – Environmental Technology Verification (ETV).
“Standar ini meliputi spesifikasi jenis limbah yang diolah, kapasitas pengolah limbah, sumber bahan bakar, emisi yang memenuhi peraturan, dan pengelolaan sisa pembakaran. Itulah syarat teknis yang diharapkan untuk dijadikan acuan standar-standar bagi penyedia teknologi untuk bisa mengusulkan teknologi insenerator yang sesuai,” ujar Adi.
BACA JUGA: Limbah Rumah Sakit di Jakarta Belum Dikelola dengan Baik
Sebagai informasi, KLHK sedang mencari solusi pengelolaan limbah medis salah satunya dengan mendengarkan para penyedia teknologi insenerator pada acara Standardisasi Insenerator Ramah Lingkungan. Nantinya akan dipilih satu teknologi insenerator yang paling baik untuk diterapkan di fasyankes seluruh Indonesia.
Selain itu, upaya peningkatan pengelolaan limbah B3 dari fasyankes juga dilakukan untuk mencegah terjadinya pembuangan limbah secara ilegal. Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, saat ini sedang menyusun Peta Jalan (Road Map) Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan periode 2019 s/d 2028 dengan melibatkan Kementerian Kesehatan, Asosiasi Rumah Sakit, pemerintah daerah, dan Jasa Pengelola Limbah B3.
Penulis: Dewi Purningsih