Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana akan memberikan izin sekitar 12,7 juta hektare lahan perhutanan sosial untuk dikelola oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan.
Sekretaris Jenderal Kementerian LHK Bambang Hendroyono menyatakan, dari target perhutanan sosial seluas 12,7 hektare tersebut, 5,5 juta hektare akan diambil dari izin konsesi yang diberikan kepada perusahaan. Sebanyak 20 persen lahan konsesi yang diberikan kepada perusahaan pun wajib dimanfaatkan melalui kemitraan dengan masyarakat.
“Izin perhutanan sosial tersebut akan dibagi menjadi pengelolaan hutan desa, izin hutan kemasyarakatan, izin hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan,” jelas Bambang di Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta, Senin (06/07).
Direktur Penanganan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan KLHK, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan bahwa saat ini pemerintah tengah mempersiapkan Instruksi Presiden (Inpres) terkait penetapan Peta Indikatif Arahan Perhutanan Sosial (PIAPS) tersebut.
Instrumen hukum ini, terang Vivien, disiapkan untuk memperkuat ruang kelola kawasan seluas 12,7 hektare sebagai bagian dari perhutanan sosial agar dalam mengurus izin perhutanan sosial tersebut, akses masyarakat, kelompok masyarakat, ataupun koperasi terhadap perhutanan sosial bisa jauh lebih mudah.
“Nantinya, kawasan perhutanan sosial ini diperuntukan sebagai pengelolaan hutan desa, izin hutan kemasyarakatan, izin hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan, dan/atau hutan adat dengan sasaran program 32 juta rakyat Indonesia yang hidup di sekitar hutan,” tuturnya.
Selain itu, tambah Vivien, format Inpres ini nantinya akan sama dengan format Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) sejalan dengan penetapan moratorium hutan dan lahan gambut. Melalui Inpres ini pula akan ditetapkan tugas untuk masing-masing kementerian terkait mengenai PIAPS ini.
Dengan inpres ini, lanjutnya, akan diatur pula soal pemberian izin di kawasan yang diperuntukkan untuk masyarakat tersebut sebagai area penggunaan lain selama berkaitan dengan kepentingan nasional yang bersifat vital, seperti geothermal, migas, jaringan distribusi listrik, waduk, dan jalan perbatasan negara.
“Yang penting selama tidak digunakan untuk yang lain, hutan itu tetap harus jadi hutan tanaman rakyat,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih