Kebun Binatang Bandung mendapatkan izin konservasi pada tahun 2003 yang berlaku hingga 30 tahun. Kebun Binatang Bandung ini milik swasta atas nama Romli S Bratakusuma dengan luas 13.9 hektar. Izinnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 57 tanggal 27 Oktober 2003.
Satu bulan lalu, BBKSDA Jawa Barat telah melakukan inspeksi ke Kebun Binatang tersebut dan menemukan banyak fasilitas yang tidak bekerja secara optimal, mulai dari kondisi kandang hingga ketiadaan dokter hewan. Di kebun binatang tersebut terdapat 1.063 individu binatang, 257 mamalia (individu endemik dan eksotik), 195 reptil, 463 aves, 148 pisces.
“Ini memang menjadi kewajiban kita untuk melakukan pengawasan. Kepala Balai sebulan yang lalu sebenarnya sudah memberi peringatan sejak dokter hewannya mengundurkan diri akibat tidak tahan dengan buruknya pengelolaan Kebun Binatang tersebut,” jelas Tachrir lagi.
Sebagai informasi, tim dokter hewan gabungan telah melakukan bedah bangkai (nekropsi) terhadap bangkai Yani, gajah Sumatera koleksi Kebun Binatang Bandung yang mati pada Rabu (11/05/2016) lalu. Berdasarkan keterangan tertulisnya, Kepala Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Sri Mujiarti Ningsih menjelaskan, proses nekropsi dilakukan oleh sembilan dokter ditambah tiga paramedis. Dari hasil diagnosa sementara, Yani mati karena terjangkit radang paru-paru.
“Kami menemukan beberapa perubahan pada organ vital. Untuk mengetahui diagnosa, kami masih tunggu uji lab. Organ yang berubah adalah paru-paru, limpa, sedikit perubahan pada organ hati. Ini semua masih diagnosa sementara, kemungkinan radang paru-paru,” kata Sri.
Dokter dari Taman Safari Indonesia, Yohana Tri Hastuti menambahkan, penyakit radang paru-paru wajar terjadi pada hewan besar. Namun kematian Yani patut diselidiki lantaran usianya masih terbilang produktif.
“Kalau paru-paru umum terjadi di gajah, di hewan besar satwa liar. Tapi kita butuh waktu tiga bulan untuk tahu penyebabnya,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih