Pandemi Covid-19 memaksa kita untuk terus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), salah satunya masker. Kebiasan baru ini memiliki dampak terhadap lingkungan, yakni peningkatan sampah masker sekali pakai. Namun, tidak semua sampah masker adalah limbah medis.
Jakarta (Greeners) — Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Vivien Ratnawati, menyebut tidak semua sampah masker merupakan limbah medis Covid-19.
Pasalnya, sebut Vivien, sampah masker juga bisa berasal dari rumah tangga yang tidak memiliki riwayat Covid-19 atau sakit lainnya. Adapun sampah masker yang menjadi limbah medis Covid-19 adalah sampah yang bersumber dari fasilitas pelayanan kesehatan dan rumah sakit.
“Sampah masker yang menjadi limbah medis berlaku bagi masker berasal dari rumah yang jadi tempat isolasi mandiri. Pengelolaannya harus menggunakan insinerator,” ujar Vivien dalam Peluncuran Buku dan Diskusi Peningkatan Kapasitas Pemda dalam Pengolahan Sampah dan Ruang Terbuka Hijau, Rabu (10/2/2021).
KLHK Minta Dinas Lingkungan Hidup Sensitif Terhadap Limbah Medis
Vivien menjelaskan limbah medis masuk kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pengelolaannya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Secara khusus, Vivien meminta Dinas Lingkungan Hidup (LH) di daerah untuk lebih sensitif dalam mengelola limbah medis. Dinas LH, lanjut dia, harus mencari jalan keluar untuk pengelolaan limbah medis. Pilihannya, lanjut Vivien, menyediakan insinerator atau membawa limbah tersebut ke pengolah limbah B3.
Lebih jauh, Vivien mengingatkan sampah masker yang berasal dari rumah tangga merupakan pekerjaan semua pihak. KLHK sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tahun 2020 tentang penanganan limbah medis dan penanganan sampah dari rumah. Dia menyebut optimalisasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bisa jadi solusi untuk menangani sampah masker rumah tangga.
“KLHK tidak punya kuasa dengan TPA. TPA itu kuasanya pemerintah daerah. Tapi, kami bersedia bantu cari jalan keluar juga,” jelasnya.
Limbah Medis Masuk Penanganan Riset Pandemi Covid-19
Secara terpisah, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi, Bambang Brodjonegoro, memastikan limbah medis masuk dalam penanganan riset pandemi Covid-19. Menurutnya para peneliti di Indonesia tengah menyiapkan berbagai produk riset yang mampu menangani persoalan limbah medis.
Selain menangani timbunan limbah medis, produk riset tersebut juga bagian dari kemandirian bangsa. Sehingga, Indonesia tidak perlu mengimpor teknologi pengolahan limbah dari luar negeri.
“Ini agar kita tidak terpengaruhi pada impor dan bisa mandiri dalam menangani kesehatan termasuk pandemi,” katanya.
Bambang mengakui limbah medis Covid-19 lahir atas kondisi luar biasa. Meski begitu, penanganannya sebisa mungkin tidak melulu pemusnahan, tapi tetap mengedepankan daur ulang. Dia berkeinginan adanya daur ulang limbah medis ini bisa menjadi bagian dari konsep ekonomi sirkular.
“Konsep circular economy menurut saya harus diterapkan dalam penanganan limbah. Termasuk dalam limbah medis. Meskipun tentunya diperlukan penguatan teknologi agar sirkular ekonomi bisa berjalan dengan baik dan standarnya terjaga. Jangan sampai kita memproduksi sesuatu yang terkontaminasi,” pungkasnya.
Penulis : Muhamad Ma’rup