Jakarta (Greeners) – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mendeklarasikan Kawasan Cagar Alam Mutis Timau menjadi Taman Nasional Mutis Timau pada Minggu (8/9). Peresmian ini merupakan langkah penting dalam upaya melindungi habitat flora dan fauna endemik di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kawasan tersebut kini menjadi taman nasional ke-56 di Indonesia. Deklarasi berlangsung secara hybrid dari Bali dan Nusa Tenggara Timur melalui telekonferensi. Dalam sambutannya, Menteri Siti menekankan pentingnya pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut.
“Taman Nasional Mutis Timau bukan hanya menjadi paru-paru bagi Nusa Tenggara Timur. Melainkan, juga menjadi simbol sekaligus implementasi penting upaya kita dalam melindungi, mengawetkan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, berkeadilan dan bertanggung jawab demi generasi mendatang,” terang Siti dalam sambutannya saat deklarasi pada Minggu (8/9).
Perubahan fungsi ini berasal dari Kawasan Cagar Alam seluas 12.315,26 hektare dan Hutan Lindung seluas 66.473,84 hektare. Secara administratif, Taman Nasional Mutis Timau mencakup wilayah Kabupaten Kupang seluas 52.199 hektare, Kabupaten Timor Tengah Selatan seluas 22.313 hektare, serta Kabupaten Timor Tengah Utara seluas 4.277 hektare.
BACA JUGA: KSDAE Pastikan Satwa Komodo Tidak Akan Terganggu Akibat Wisata Alam
Taman nasional ini memiliki nilai keanekaragaman hayati yang unik, terutama dengan keberadaan hutan pegunungan dengan dominasi Eucalyptus urophylla (Ampupu). Ampupu adalah tumbuhan endemik Indonesia yang memiliki kandungan minyak atsiri dengan berbagai khasiat seperti antibakteri, antivirus, antiinflamasi, analgesik, antinfeksi, insektisida, dan ekspektoran. Kawasan ini juga merupakan habitat bagi 88 spesies burung, termasuk delapan spesies yang dilindungi.
Kawasan ini juga berperan penting bagi kehidupan masyarakat, sebagai penyedia obat-obatan, madu, pewarna untuk tenun, sumber air, lokasi ritual adat, dan berbagai pemanfaatan tradisional lainnya
Deklarasi ini menegaskan komitmen pemerintah dalam melindungi keanekaragaman hayati di area yang kaya akan flora dan fauna endemik. Kawasan tersebut juga menjadi habitat penting bagi berbagai spesies yang dilindungi.
Mutis Timau Langkah Maju untuk NTT
Pj Bupati Timor Tengah Selatan, Seperius Edison Sipa mengungkapkan peresmian tersebut merupakan langkah maju bagi Provinsi NTT. Khususnya, bagi Kabupaten Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Kupang, dalam mengembangkan pariwisata alam berbasis konservasi yang memberikan manfaat ekonomi dan menjaga warisan alam.
“Ini akan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Timor, mengingat sebelumnya taman nasional baru terdapat di Flores dan Sumba. Hal ini juga memperkuat kepercayaan masyarakat yang menganggap Mutis sebagai Ibu atau Mama bagi masyarakat Timor,” ungkap Seperius.
BACA JUGA: Tahun Ini KLHK Akan Fokus Benahi Kawasan Taman Nasional
Salah satu strategi pengelolaan kawasan hutan ini adalah melibatkan masyarakat, termasuk masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan konservasi. Seperius berharap, masyarakat yang tinggal di 40 desa sekitar kawasan bisa menjadi subjek utama dalam pengelolaan dan dapat meningkatkan ekonomi. Dengan demikian, Seperius berharap bisa mewujudkan hutan lestari dan masyarakat sejahtera.
Lalui Proses Panjang
Proses penetapan Taman Nasional Mutis Timau melalui tahapan yang cukup panjang. Pada awal tahun 2023, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Victor Laiskodat mengajukan usulan kepada Menteri LHK untuk mengubah fungsi Hutan Lindung Mutis Timau menjadi Taman Nasional.
Menanggapi usulan tersebut, Menteri LHK membentuk Tim Terpadu. Tim tersebut terdiri dari dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Nusa Cendana, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Adapula perwakilan KLHK baik di tingkat pusat maupun Unit Pelaksana Teknis di NTT.
Taman Nasional Mutis Timau ini akan berfungsi sebagai kawasan yang menjaga dan memastikan kelestarian Ampupu di alam. Selain itu, taman nasional ini diharapkan dapat menjadi sumber plasma nutfah untuk kesejahteraan masyarakat.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia