Jakarta (Greeners) – Ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (PLTSa) pada 12 April 2018 yang lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan tanggapan bahwa pengolahan sampah tersebut merupakan teknologi terobosan terbaru.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan, teknologi tersebut dibuat karena adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang sistemnya terbagi menjadi dua, yaitu pengurangan sampah dan penanganan sampah. Sistem penanganan sampah terbagi lagi menjadi pemilahan, pengumpulan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Jadi, pengolahan sampah yang menghasilkan energi merupakan bagian dari sistem pengelolaan sampah.
“Artinya pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan merupakan bagian amanat UU 18 Tahun 2008,” lanjut Novrizal saat dihubungi Greeners, Selasa (24/04/2018).
BACA JUGA: Presiden Tandatangani Perpres Pembangunan Pengolah Sampah untuk Listrik
Sesuai dengan data Kebijakan dan Strategis Nasional Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga di tahun 2025, angka timbulan sampah sebesar 70%. Serta pengurangan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga di tahun 2025 sebesar 30% dari angka timbulan sampah.
“Bahwa untuk meningkatkan ketangguhan kota dalam menjaga kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, dan menjadikan sampah sebagai sumber daya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, serta untuk mengurangi volume sampah secara signifikan semi kebersihan dan keindahan kota, dipandang perlu mempercepat pembangunan instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan pada daerah provinsi dan daerah kabupaten atau kota tertentu,” bunyi salah satu isi UU Nomor 35 Tahun 2018.
Selain itu, pengolahan sampah menjadi energi listrik sebagai bentuk upaya mendorong perubahan perilaku di dalam sistem pengelolaan sampah yang dimulai dari hulu sampai hilir. Serta, pada tingkat menengah dimungkinkan intervensi dengan teknologi pengolahan sampah menjadi energi listrik tersebut.
“Jakarta menghasilkan 7.000-7.500 ton per hari yang proses akhirnya dibuang di TPA Bantargebang yang secara umum belum bisa menyelesaikan persoalan. Lalu, fasilitas tingkat menengah masih perlu ditingkatkan lagi seperti kompos kota, bank sampah, dan sebagainya,” ujar Novrizal.
BACA JUGA: Jakarta Diharapkan Jadi ‘Green City’ Pertama di Indonesia
Novrizal menambahkan, persoalan dalam pengelolan sampah bukan hanya saat ini terjadi tapi akumulasi sejak dulu dengan menggunakan beberapa macam pengelolaan sampah namun belum menyelesaikan persoalan. Maka itu perlu didorong memakai teknologi energi listrik ini diharapkan bisa menyelesaikan persoalan walaupun tidak diberlakukan di semua kota. Hanya kota-kota yang terpilih dan terkoreksi saja yang memerlukan pengelolaan sampah energi listrik tersebut.
Sebagai informasi kota-kota tersebut, antara lain Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang, dan Kota Manado.
“Harapan saya dengan adanya teknologi baru untuk pengolahan sampah ini bisa memenuhi target kita pada tahun 2025 pengolahan sampahnya bisa 100% terkelola,” pungkas Novrizal.
Penulis: Dewi Purningsih