Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa misi keikutsertaan delegasi Indonesia pada perundingan Konferensi Para Pihak untuk Perubahan Iklim Ke-23 (Conference of Parties/COP 23) yang digelar di Bonn, Jerman, 6-17 November mendatang ialah memastikan kepentingan Indonesia terakomodasi dalam hasil pembahasan pengaturan rinci berbagai penentu.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Nur Masripatin mengatakan, selaku national focal point untuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), KLHK membawa dua agenda penting dalam putaran perundingan UNFCCC pada COP 23 tersebut.
“Yang diutamakan ialah akomodasi dalam kegiatan penurunan emisi dan adaptasi pelaksanaan elemen-elemen kunci dalam Kesepakatan Paris (Paris Agreement) lalu,” jelasnya, Jakarta, Rabu (01/10).
BACA JUGA: Indonesia Dukung Adanya Panduan Pelaksanaan Paris Agreement
Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan kesepakatan sebelumnya bahwa aturan main untuk melaksanakan Kesepakatan Paris harus sudah diadopsi pada COP 24 tahun 2018. Dengan demikian, pada COP 23 sudah harus dihasilkan teks tentang panduan pelaksanaan Kesepakatan Paris yang menjadi basis negosiasi untuk 2018.
“Kepentingan lainnya ialah aspek non-negosiasi karena dalam kesempatan itu banyak hal yang juga dibahas. Hal itu menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia hal-hal yang sudah dilakukan Indonesia dan membangun jaringan baru peluang kerja sama antara negara berkembang dan negara maju,” tambahnya.
BACA JUGA: AS Mundur dari Paris Agreement, Agenda Perubahan Iklim Indonesia Tidak Terpengaruh
Dihubungi terpisah, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim Rachmat Witoelar mengatakan bahwa para delegasi RI agar mengutamakan kepentingan Indonesia dalam proses perundingan. Ia juga mengingatkan pada para negosiator bahwa perundingan perubahan iklim bukan proses satu atau dua tahun, melainkan suatu keberlanjutan, termasuk sejak COP 13 di Bali. Oleh karena itu, para negosiator harus benar-benar memahami isu agar tidak terbawa ‘arus’ saat perundingan.
“Penting untuk dipahami ya, siapa kawan dan siapa lawan. Kita harus tetap waspada karena setiap negara memiliki kepentingan mereka masing-masing,” kata Rachmat.
Penulis: Danny Kosasih