Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK. 4945/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/8/2020 tentang Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020 Periode II. Penerbitan Kepmen merupakan upaya KLHK memperbaiki tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut guna menurunkan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Penerbitan regulasi ini sejalan dengan Instruksi Presiden RI (Inpres) No. 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Baca juga: LSM: Co-firing PLTU Solusi Semu Emisi Gas Rumah Kaca
KLHK: Instansi dan Kepala Daerah Wajib Mengacu PIPPIB Terbaru
Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) KLHK Belinda Arunarwati Margono menjelaskan perubahan data ini terjadi karena adanya masukan data konfirmasi perizinan atau pemilikan tanah pada area peruntukan lain (APL) yang terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011. Selain itu, perubahan data juga imbas pemutakhiran data perizinan, pemutakhiran data bidang tanah, perubahan tata ruang, pemutakhiran data perubahan peruntukkan, hasil survei lahan gambut, dan survei hutan alam primer.
PIPPIB Tahun 2020 Periode II disusun berdasarkan PIPPIB Tahun 2020 Periode I dengan mengakomodir pemutakhiran data pada enam bulan terakhir. Terjadi pengurangan luas area sebesar 43.574ha.
Dengan Kepmen ini, Gubernur dan Bupati/Walikota wajib berpedoman pada lampiran Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020 Periode II dalam menerbitkan rekomendasi dan penerbitan izin lokasi baru.
“Terhadap instansi pemberi izin kegiatan yang termasuk dalam pengecualian pada PIPPIB wajib menyampaikan laporan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan setiap enam bulan sekali, guna menjamin informasinya ter-update dan termonitor,” tutur Belinda dalam acara Media Briefing yang berlangsung virtual, Rabu (30/09/2020).
Pada 2017 hingga 2019, lanjut Belinda, empat seri PIPPIB Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut sudah mempunyai luasan yang relatif stabil atau tetap seluas 66juta hektare. Dia mengklaim hal ini menggambarkan tata kelola yang lebih baik. Ditetapkannya penghentian izin baru ini juga menekan penurunan deforestasi sebesar 38 persen.
“Hal tersebut menjadi pertimbangan perubahan Inpres dari penundaan menjadi penghentian pemberian izin baru. Perubahan tersebut juga mempertimbangkan arah kebijakan pengusahaan hutan untuk optimalisasi perijinan yang sudah ada dengan menerapkan pengelolaan hutan lestari,” ujar Belinda.
Baca juga: Polemik Nuklir dalam Draf RUU Energi Baru Terbarukan
LSM: Luas Hutan Alam yang Tersisa Sangat Kecil
Sementara itu, menurut data Yayasan Madani Berkelanjutan luas hutan alam yang tersisa sangat kecil. Hutan alam di luar PIPPIB dan PIAPS (Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial) yang belum dibebani izin atau konsesi tersisa hanya 9,5 juta (10,7%) dari 88,7 juta hektar hutan alam tersisa di tahun 2018.
Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya, mengatakan hutan alam dengan luas mencapai 9,5 juta hektare ini perlu segera dilindungi. Guna mencapai komitmen iklim Indonesia, kebijakan penghentian izin baru harus diperluas cakupannya. Hal ini bertujuan agar hutan alam tidak lenyap akibat perluasan izin atau konsesi skala besar.
“Kebijakan penundaan serta evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit yang dijadwalkan berakhir tahun depan harus diperpanjang. Harus diperluas cakupannya menjadi penghentian izin sawit ke seluruh area yang masih memiliki hutan alam. Baik di dalam maupun di luar kawasan hutan,” ujarnya.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Ixora Devi