Jakarta (Greeners) – Sejak disahkan pada 5 Oktober 2020, berbagai lapisan masyarakat menolak keras Undang-undang Cipta Kerja (UUCK). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan juga tidak ketinggalan menggaungkan protes melawan UUCK. Greeners pun turut meliput tuntutan LSM lingkungan hidup untuk membatalkan UUCK. Merespons berbagai kritik UUCK, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membentuk Tim Penyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
KLHK membentuk RPP pada tiga bidang, yakni RPP Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; RPP Bidang Kehutanan; dan RPP Bidang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Denda Administratif.
UU Cipta Kerja: KLHK Klaim Libatkan Pemangku Kepentingan dalam Penyusunan RPP
Menteri LHK, Siti Nurbaya mengungkapkan pihaknya mengompilasi masukan dari ruang publik sebagai dasar penyusunan RPP. Di tingkat kementerian, pihak KLHK merencanakan Rapat Pimpinan setelah perampungan kompilasi substansi dan pembulatan draft awal.
“Pembentukan Tim RPP ini sesuai Instruksi Presiden (Inpres) agar segera disusun Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan UUCK agar implementasi dari UUCK dapat segera diterapkan, serta menghindari perbedaan penafsiran di masyarakat yang cenderung negatif terhadap undang-undang cipta kerja ini,” tutur Siti Nurbaya pada rilis resminya (14/10/2020).
Siti Nurbaya juga mengklaim pihaknya menjadwalkan dengar pendapat dengan akademisi, pakar, praktisi, pemerhati dan pemangku kepentingan lainnya. Dia pun berjanji hasil dengar pendapat akan dilempar ke publik. Setelah itu, lanjut Siti, pihaknya bakal bekerja sama kementerian dan lembaga terkait serta pemerintah daerah. Pada akhirnya, lanjutnya, KLHK akan melaporkan draft final RPP kepada Menteri Kordinator Perekonomian.
“Saya mengajak semua pihak untuk mencermati pasal per pasal, bahkan ayat per ayat, serta kaitan antar undang-undang, sehingga tujuan utama lahirnya UUCK dapat dipahami dan didukung bersama demi kemajuan Indonesia,” ujar Menteri Siti.
Baca juga: BMKG: Waspadai Puncak La Nina Desember 2020, Januari 2021
KLHK: Prinsip Pengaturan Amdal UU Cipta Kerja Sama dengan Regulasi Sebelumnya
Pada kesempatan terpisah, Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan KLHK, Ary Sudijanto menjelaskan pandangannya mengenai pengaturan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dalam UUCK. Menurutnya, konsep Amdal dalam UUCK sama sekali tidak mengubah prinsip dan konsep dari pengaturan sebelumnya.
Ary mengklaim perubahan pada UUCK lebih diarahkan pada penyempurnaan kebijakan dalam aturan pelaksanaannya. Menurut Ary, hal ini sesuai dengan tujuan UUCK, yakni memberi kemudahan kepada setiap orang dalam memperoleh Persetujuan Lingkungan. Namun, lanjut Ary, kemudahan pemberian Persetujuan Lingkungan tetap memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
“Pelaku usaha tidak perlu mengurus banyak perizinan, cukup mengurus perizinan berusaha,” ujar Ary pada gelaran virtual Bincang Undang-Undang, Amdal untuk Perlindungan Lingkungan, (14/10).
Persetujuan Lingkungan yang merupakan hasil keputusan dokumen Amdal, terang Ary menjadi syarat dikeluarkannya Perizinan Berusaha. Dia menjelaskan, Amdal hanya diterapkan pada usaha atau kegiatan dengan resiko tinggi. Di sisi lain, usaha risiko menengah tidak memerlukan Amdal, pengusaha risiko menengah cukup melengkapi dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). Sementara usaha berisiko rendah hanya diwajibkan mendaftarkan Nomor Induk Berusaha (NIB). Kriteria usaha dan kegiatan, lanut Ary, masih mengacu pada peraturan sebelumnya.
KLHK: Pengusaha Tetap Wajib Meminta Izin Berusaha
Selanjutnya berkaitan dengan isu dihapusnya sembilan kriteria usaha dan kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan, Ary menjelaskan pasal 22 dan 23 UU No. 32 Tahun 2009 masih tetap berlaku dalam UUCK. Dengan demikian, Ary pun menyangkal isu UUCK menghilangkan ketentuan perizinan lingkungan bagi pengusaha. Menurutnya, izin masih tetap ada namun tujuan dan fungsinya diintegrasikan dalam Perizinan Berusaha.
“Dipastikan bahwa hanya nomenklatur Izin Lingkungan yang hilang, namun substansi tujuan dan fungsinya tidak hilang karena diintegrasikan ke dalam Perizinan Berusaha,” ungkapnya.
Lebih jauh, Ary mengklarifikasi perihal Amdal. Menurutnya, penilaian kelayakan lingkungan (Amdal) yang selama ini dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal (KPA) baik yang ada di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota hanya diubah menjadi penilaian Kelayakan Lingkungan. Penilaian Kelayakan Lingkungan ini dia akui akan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dengan membentuk suatu lembaga yang bernama Lembaga Uji Kelayakan (LUK).
Dalam pelaksanaan tugasnya, Ary menyampaikan, LUK menugaskan Tim Uji Kelayakan baik yang bertugas di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hasil penilaian uji kelayakan kemudian diserahkan kepada menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangan yang diatur dalam PP untuk kemudian dapat diterbitkan persetujuan lingkungannya.
Bagi para pengusaha, lanjut Ary, persyaratan dan kewajiban dalam persetujuan lingkungan yang telah diterbitkan menjadi bagian persyaratan dan kewajiban guna memerolah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh KLHK.
Baca juga: Hari Pengurangan Bencana Internasional, BNPB Tagih Keterlibatan Semua Pihak
KLHK: Masyarakat dapat Mengakses Informasi Daring
Berikutnya akses untuk mendapatkan informasi kelayakan lingkungan hidup terhadap suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Ary mengatakan pada peraturan sebelumnya masyarakat hanya bisa mengakses hasil akhir keputusan Amdal, dengan terbitnya UUCK ini sistem informasi disusun melalui sistem elektronik yang akan dibangun Pemerintah, sehingga masyarakat tidak hanya bisa mengakses hasil akhirnya, namun juga dapat mengakses prosesnya.
Terakhir kekhawatiran publik pada pelemahan Penegakan Hukum Lingkungan akibat dihapusnya Izin Lingkungan. “Setidaknya ini karena dengan pengintegrasian Izin Lingkungan kedalam Perizinan Berusaha justru akan lebih memperkuat penegakan hukum lingkungan dalam rangka perlindungan terhadap Lingkungan Hidup,” ujar Ary.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Ixora Devi