Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum buka suara atas laporan kolaborasi investigasi antara Greenpeace Internasional dan Forensic Architecture dalam mengungkap kegiatan perusahaan perkebunan Korindo yang telah membakar lahan di Provinsi Papua.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan video kebakaran hutan dan lahan (karhutla) konsesi sawit di Papua yang menjadi perbincangan di dunia maya ialah video tahun 2013. Dia pun mempertanyakan mengapa video investigasi tujuh tahun lalu itu baru Greenpeace ekspos sekarang.
“Seharusnya, Greenpeace segera melaporkan bukti video tahun 2013 itu kepada pihak terkait pada saat itu,” ujar pria yang akrab disapa Roy pada pernyataan resmi yang dikeluarkan pada Jumat malam (13/11/2020).
KLHK Pertanyakan Waktu Penerbitan Laporan Investigasi
Greenpeace, lanjut Roy, seharusnya jujur mengungkapkan hasil investigasinya. Menurut Roy, pelepasan kawasan hutan untuk konsesi perkebunan sawit itu terjadi pada periode tahun 2009-2014. Bukan oleh pemerintahan periode sekarang.
“Misalnya, Surat Keterangan (SK) pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan yang diberikan oleh Pak Menteri Kehutanan yang dulu kepada PT Dongin Prabhawa. Itu adalah SK tahun 2009,” ujarnya.
Apabila Greenpeace memiliki bukti karhutla yang terjadi saat ini, Roy menyarankan, lebih baik segera laporkan temuan mereka. Hal ini agar otoritas bisa segera menindaklanjuti. Roy menegaskan, perusahaan dari negara manapun yang melanggar, terutama terkait karhutla, terbukti telah pihak otoritas tindak sesuai prosedur peraturan perundangan.
“Beberapa perusahaan yang berada di bawah grup Korindo telah kami berikan sanksi akibat karhutla yang terjadi di konsesi-konsesi mereka, bahkan ada yang dibekukan izinnya. Juga beberapa perusahaan Malaysia, Singapura, termasuk perusahaan-perusahaan Indonesia.”
Roy pun menjelaskan, hampir seluruh pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit di Papua dan Papua Barat terbit di era periode pemerintahan sebelumnya.
Korindo Terbitkan Surat Pernyataan
Sementara itu, Korindo juga memberikan tanggapan resmi atas pemberitaan di media.
“Terkait dengan adanya tuduhan pembakaran hutan dalam periode tahun 2011-2016, perlu kami jelaskan kembali pernyataan The Forest Stewardship Council (FSC) pada Agustus 2019 lalu yang menyatakan bahwa pihak FSC telah melakukan investigasi di lapangan pada Desember 2017. Hasil kesimpulan investigasi tersebut menyatakan tuduhan bahwa Korindo dengan sengaja dan ilegal membakar areal perkebunan adalah tidak benar,” ujar isi di surat pernyataan resmi Korindo.
Lebih lanjut, Korindo mengatakan, temuan FSC tersebut memperkuat hasil investigasi yang sebelumnya telah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Merauke laksanakan. Investigasi dengan Nomor Surat 522.2/0983 tertanggal 24 Agustus 2016 menyatakan pembukaan lahan dilakukan secara mekanis dan tanpa bakar. Selain kedua hasil investigasi tersebut, terdapat juga surat dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yakni Kementerian LHK RI Nomor S.43/PHLHK/PPH/GKM.2/2/2017 tanggal 17 Februari 2017. Surat ini menyatakan bahwa anak perusahaan Korindo Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak melakukan illegal deforestation. Surat ini menyimpulkan Korindo telah memeroleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK.
Greenpeace: Korindo, KLHK Tidak Membahas Pokok Permasalahan
Greeners lalu menghubungi Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara. Menurut Kiki, surat pernyataan Korindo membuktikan mereka tidak berani membahas tentang kebakaran yang ada di laporan investigasi.
“Hal tersebut menandakan bahwa bukti kami kuat sehingga mereka tidak berani bahas soal kebakarannya,” ujar Kiki (13/11).
Sama seperti simpulan dari surat pernyatan Korindo, menanggapi KLHK yang mempertanyakan waktu penerbitan laporan, Kiki menilai KLHK menghindari membahas inti masalah.
“KLHK tidak melihat bahwa bukti ini sangat kuat untuk mereka menegakkan hukum. Jika mereka menanyakan kami tidak melaporkan temuan kami karena memang menbutuhkan waktu untuk analisis. Seharusnya dengan bukti ini (laporan investigasi) KLHK masih bisa melakukan penegakan hukum. Periode 2011-2016 Korindo terbukti membakar untuk pembersihan lahannya,” hemat Kiki.
Baca juga: Per Oktober 2020, Limbah Medis Penanganan Covid-19 Capai 1.663 Ton
FSC: Korindo Hancurkan Hutan dan Melanggar HAM
Dalam laporan investigasi Greenpeace International dan Forensic Architecture, Korindo memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Papua. Mereka melaporkan Korindo telah menghancurkan sekitar 57.000 hektar hutan di provinsi tersebut sejak 2001 hingga 2019. Luas tersebut setara dengan luas kota Seoul, ibu kota Korea Selatan.
Selain itu, The Forest Stewardship Council (FSC), menemukan Korindo telah menghancurkan lebih dari 30.000 hektar hutan dalam lima tahun. Dengan demikian Korindo telah melanggar sejumlah standar FSC. Termasuk kegagalannya untuk melindungi area substansial dari Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCV) di dalam area konsesi. Panel FSC juga mengidentifikasi terjadinya pelanggaran terhadap hak masyarakat adat dan hak asasi manusia (HAM).
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Ixora Devi