Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, pada tanggal 14 Juni 2019, secara bersama-sama telah menyaksikan pengembalian atau re-ekspor 5 kontainer berisi sampah milik PT. Adiprima Suraprinta ke negara asalnya Amerika Serikat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Rosa Vivien Ratnawati, menyampaikan bahwa kelima kontainer tersebut, berdasarkan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan izin yang dimiliki dari Kementerian Perdagangan, memang sebagai importir produsen limbah Non-B3 berupa kertas.
Izin tersebut, lanjutnya, seharusnya hanya boleh memuat scrap kertas dengan kondisi bersih tidak terkontaminasi limbah B3 dan tidak tercampur sampah.
BACA JUGA : Menteri LHK: Kita Akan Lakukan Re-Ekspor Untuk Impor Sampah Plastik Ilegal
“Pelaksanaan pemuatan kontainer ke dalam kapal untuk re-ekspor telah dimulai sejak hari Kamis tanggal 13 Juni 2019 dan pada tanggal 14 Juni 2019, semua kontainer sudah berada dalam Kapal Zim Dalian yang siap berangkat menuju Amerika Serikat. Awal teridentifikasinya kontainer yang tertahan ini adalah kecurigaan dari pihak Ditjen Bea dan Cukai sehingga kontainer masuk ke pelabuhan, maka dialihkan ke jalur merah, yang berarti memerlukan pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Vivien pada siaran pers, Minggu (16/06/2017).
Vivien menjelaskan, dalam proses pemeriksaan lanjutan, ditemukan impuritas atau limbah lainnya, atau sampah, antara lain sepatu, kayu, pampers, kain, bekas kemasan makanan dan minuman serta sejumlah keran plastik dalam jumlah yang cukup besar.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi, mengatakan bahwa kegiatan penyelundupan ini sudah berjalan sepuluh tahun terakhir, dan Ecoton sejak Februari sudah mengadukannya pada KLHK, namun respon baru ada setelah Fillipina dan Malaysia bereaksi keras.
BACA JUGA : Amandemen Konvensi Basel Dorong Pengetatan Impor Limbah Plastik Global
“Masih ada banyak tumpukan sampah impor di beberapa daerah seperti Karawang, Bekasi, Bogor, Gresik, Malang, Mojokerto dan Sidoarjo yang selama bertahun-tahun digunakan sebagai dump site sampah impor dengan melibatkan tanggung jawab eksportir sampah, ini juga harus segera dilakukan penindakan. Sangat setuju agar impor kertas masuk red line sehingga diinspeksi bea cukai,” ujar Prigi kepada Greeners, Senin (17/06/2019).
Prigi mengatakan tindakan pengembalian ini memerlukan langkah lanjutan ke depannya, KLHK, Kemendag dan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) harus protes kepada eksportir dan mendorong pemerintah asal eksportir melakukan sertifikasi eksportir sampah kertas/waste paper.
“Sehingga ada daftar eksportir baik/bersertifikat karena memiliki sistem pemilahan dan komitment agar waste paper yang di ekspor ke NKRI kontaminan/prohibit material-nya tidak lebih dari 1-2%,” tegasnya.
Penulis: Dewi Purningsih