Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Peraturan Menteri LHK No P.96/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi. Kebijakan tersebut dikeluarkan sebagai langkah korektif untuk menekan laju deforestasi di sub sektor perkebunan.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Sigit Hardwinarto menjelaskan bahwa kawasan hutan yang dilepas untuk perkebunan diproses berdasarkan PP No. 60 Tahun 2012 Jo. PP No 104 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa kawasan hutan yang dapat dilepas adalah kawasan hutan yang tidak berhutan (tidak produktif). Hal ini untuk mencegah terjadinya deforestasi.
“Kemudian untuk memperkuat pencegahan deforestasi maka diterbitkan Inpres No 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perijinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktifitas Perkebunan Kelapa Sawit,” ujar Sigit di media center KLHK, Manggala Wanabhakti, Jakarta, Jumat (28/12/2018).
BACA JUGA: Kabupaten Sintang Terapkan Program Kelapa Sawit Berkelanjutan
Inpres No. 8 Tahun 2018 menyatakan bahwa permohonan perkebunan sawit baru ditunda (moratorium) selama 3 tahun dipergunakan untuk mengevaluasi pembangunan perkebunan kelapa sawit yang telah dilepaskan dari kawasan hutan agar lebih produktif dan areal perkebunan yang masih berupa hutan dikembalikan menjadi kawasan hutan.
Sigit mengatakan, sebagai tindak lanjut pengaturan pelepasan kawasan hutan, Permen LHK No P.96/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018 menyatakan antara lain, permohonan pelepasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) untuk perkebunan kelapa sawit yang telah diajukan sebelum berlakunya Inpres No 8 Tahun 2018 hanya dapat diproses pada kawasan HPK yang tidak berhutan (tidak produktif).
“Kebijakan tersebut merupakan langkah koreksi dari regulasi sebelumnya untuk mewujudkan komitmen Indonesia dalam tindakan pengendalian perubahan iklim untuk menurunkan emisi (gas rumah kaca) sebagaimana tertuang dalam Kesepakatan Paris yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2016,” ujar Sigit.
BACA JUGA: Kesatuan Pengelolaan Hutan untuk Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat
Sigit mengatakan, secara nasional permohonan pelepasan yang saat ini sedang diproses seluas 2.974.529 ha terdiri dari permohonan pelepasan kawasan hutan untuk penyelesaian perbedaan tata ruang seluas 1.287.145 ha, serta pelepasan kawasan hutan dari permohonan reguler seluas 1.687.384 ha.
“Contohnya Provinsi Kalimantan Tengah, permohonan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan yang telah menjadi kebun kelapa sawit akibat perbedaan tata ruang seluas 1.024.432 ha dan permohonan reguler seluas 403.519 ha. Sehingga seluruh perizinan yang sedang diproses di Provinsi Kalimantan Tengah seluas 1.427.951 ha bukan 2 juta hektar sebagaimana diinformasikan Dinas Provinsi tersebut,” ujar Sigit.
Menurut data siaran pers yang diterima oleh Greeners, KLHK telah melepaskan areal untuk perkebunan sawit dari kawasan hutan seluas 5.418.413 ha. Pelepasan ini merupakan pelepasan yang dilakukan dari tahun 1987 hingga akhir 2018.
Penulis: Dewi Purningsih