Cianjur (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (BPDASPS) mengapresiasi semangat menanam pohon yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Direktur Jendral BPDASPS KLHK, Hilman Nugroho saat ditemui oleh Greeners di Sarongge mengatakan bahwa upaya pengembalian wilayah hutan (reforestasi) di desa yang menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ini memang sangat dibutuhkan. Hal ini karena Desa Sarongge sempat mengalami degradasi lahan akibat kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat lokal.
“Kami sangat mengapresiasi dan mendukung penuh bagi siapapun yang ingin melakukan penanaman pohon di sini (Sarongge). Apalagi, sekarang ini ada 24 juta hektar lahan kritis dari 190 juta hektar hutan yang ada di Indonesia, makanya perlu ada partisipasi dari masyarakat setempat maupun pihak luar untuk kembali menghijaukan hutan,” ungkapnya, Cianjur, Rabu (29/04).
Kepala Divisi Regional Jawa barat dan Banten, Perum Perhutani, Ellan Barlian pun menyampaikan hal yang serupa. Menurutnya, kawasan yang baru-baru ini dijadikan sebagai model desa konservasi, dulunya sempat mengalami degradasi. Beberapa bagian areal yang mengalami perluasan oleh Perum Perhutani dijadikan lahan pertanian oleh warga lokal.
“Nah, yang jadi masalah juga, hutan di sekitar Desa Sarongge adalah habitat satwa yang hampir terancam punah dan akhirnya jadi ikut terkena imbasnya,” terangnya.
Maka dari itu, lanjut Ellan, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango KLHK bekerjasama dengan Green Radio berusaha melakukan pendekatan dan pemberdayaan kepada masyarakat setempat untuk menyadarkan akan pentingnya menanam dan merawat hutan yang ada.
“Pada awalnya visi ini mengalami benturan tersendiri dari masyarakat. Namun akhirnya program reforestasi ini berhasil mengajak 155 petani untuk bersedia turun gunung dan mulai mengelola Desa Sarongge sebagai Desa Ekowisata,” jelasnya.
Masih di tempat yang sama, Kepala Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Herry Subgiadi juga menuturkan bahwa setidaknya 155 Kepala Keluarga yang bercocok tanam di dalam taman nasional umumnya merambah areal yang berada di lereng gunung dengan kemiringan lebih dari 30 derajat. Wilayah tersebut, katanya lagi, sangat rawan terjadinya tanah longsor dan erosi.
“Sekarang, masyarakat berangsur-angsur sudah meninggalkan lahan taman nasional setelah dibina oleh Perum Perhutani dan melakukan kemitraan dengan berbagai pihak,” tukasnya.
Penulis: Danny Kosasih