Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dituntut untuk menjalankan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Keputusan tersebut dibacakan oleh Hakim Ketua dalam sidang putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta antara pihak pemohon yaitu KLHK dan Forest Watch Indonesia (FWI) sebagai pihak termohon. Ini menjadi putusan yang kedua bagi KLHK untuk segera menyerahkan informasi yang dimohonkan FWI.
Linda Rosalina, Pengkampanye FWI menyatakan, dalam sidang yang digelar pada Rabu(26/08) lalu, Majelis Hakim memutuskan untuk menguatkan amar putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang telah memutus bahwa dokumen izin pemanfaatan hasil hutan dan industri kayu (RKUPHHK, RKTUPHHK, IPK, dan RPBBI) merupakan informasi publik yang terbuka dan tersedia setiap saat. Sebelumnya KLHK menyatakan banding atas putusan yang dikeluarkan oleh KIP tersebut.
“Putusan ini patut diapresiasi karena PTUN telah menjalankan amanah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Kehutanan. Hal ini menegaskan kembali kewajiban KLHK sebagai badan publik untuk membuka informasi kehutanan yang menjadi hak publik,” terangnya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Kamis (27/08).
Selain itu, lanjut Lina, sidang sengketa informasi di KIP maupun PTUN membuktikan bahwa komitmen KLHK untuk menerapkan keterbukaan informasi publik di sektor kehutanan masih jauh dari harapan. Bila kondisi seperti ini terus dipertahankan, tegasnya, tentu akan berkontribusi terhadap buruknya tata kelola di sektor kehutanan.
“Keterbukaan informasi akan menjadi pintu bagi masyarakat untuk ikut berperan dalam pembangunan kehutanan. Informasi yang menyangkut kehidupan rakyat banyak haruslah terbuka, sehingga pengelolaan hutan bisa dilakukan secara partisipatif untuk menjaga keberlanjutan dan menyejahterakan rakyat di sekitarnya,” tambahnya lagi.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif FWI Cristian Purba mengatakan bahwa Informasi yang dimintakan FWI merupakan informasi yang sangat erat kaitannya dengan proses perizinan dan legalitas kayu dalam pengelolaan hutan.
“Proses perizinan di sektor kehutanan merupakan salah satu ruang yang rawan akan tindak korupsi. Semakin tertutupnya akses informasi maka semakin tinggi peluang terjadinya tindak korupsi dalam pengelolaan hutan di Indonesia,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih