Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mendesain program Perhutanan Sosial seluas ± 12,7 juta hektare, melalui pengalokasian areal izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Adat (HA) serta kemitraan dengan pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) melalui pemanfaatan areal tanaman kehidupan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan bahwa selama ini pengembangan izin-izin berbasis masyarakat khususnya HTR menghadapi sejumlah kendala, utamanya adalah permasalahan pembiayaan karena menyangkut penyediaan agunan, harga komoditas produk, lemahnya administrasi keuangan, masa grass period yang cukup panjang, dan belum ada penjaminan resiko.
Selain itu juga terdapat permasalahan lain seperti areal Hutan Produksi (HP) yang dialokasikan terfragmentasi dalam skala luasan yang kecil, lokasi terletak di areal dengan aksesibilitas dan infrastruktur terbatas, permasalahan kapasitas (SDM, pembiayaan, teknologi), serta konektivitas terhadap industri pengolahan hasil hutan yang terbatas.
“Dengan dukungan finansial, diharapkan rakyat semakin produktif dan bisa sejahtera. Misalnya, jika kelompok tani pinggir hutan membentuk koperasi, maka koperasi rakyat ini harus bisa berkelas korporasi,” kata Siti, Jakarta, Selasa (10/01).
BACA JUGA: KLHK Alokasikan 12,7 Hektar Hutan untuk Kegiatan Perhutanan Sosial
KLHK sendiri, terusnya, telah menerbitkan instrumen kebijakan yang membuka peluang untuk mendapat akses pembiayaan, antara lain melalui PermenLHK No. 12/MENLHK-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan PermenLHK No. 83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial.
Dengan kedua kebijakan ini, pemegang HTI dan HTR memiliki kesempatan untuk mengembangkan tanaman semusim jangka pendek (antara lain tanaman pangan) di antara tanaman berkayu, sehingga diperoleh pendapatan antara yang memperkuat arus kas dan memungkinkan digunakan untuk pembayaran angsuran pinjaman.
Pengembangan kemitraan HTI – HTR menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kendala dalam pengembangan HTR. Pendekatannya dapat ditempuh melalui pola klaster, dengan mengintegrasikan HTI dan HTR dalam satu wilayah/region tertentu serta memiliki konektivitas yang kuat dengan pasar/industri di region yang lain. Sebagai contoh, pada tanggal 20 Desember 2016 Presiden telah meresmikan kolaborasi antara pemegang izin HTR dengan industri perkayuan di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah sebagai langkah upaya pengembangan industri kehutanan secara luas.
BACA JUGA: KLHK Klaim Pulihkan 4 Juta Hektar Hutan Indonesia
Berdasarkan hasil pertemuan yang membahas model pembiayaan perhutanan sosial sendiri, lanjutnya, telah ada penegasan dari Presiden Joko Widodo untuk fokus pada program pemerataan di Tahun Anggaran 2017 dengan mendorong redistribusi lahan dan legalisasi aset (dalam konteks Perhutanan Sosial akses ke lahan hutan seluas 12.7 juta ha) dan akses ke permodalan dengan mendorong inklusi keuangan untuk menciptakan daya saing.
“Arahan Presiden terkait inklusi keuangan dalam pengembagan pembiyaan pembangunan HTI-HTR yaitu pada relevansi bagaimana kita melihat rantai bisnis kegiatannya, dukungan apa yg bisa diberikan untuk pembiyaan HTR, upaya dukungan pemerintah dan tindak lanjut/time line agar bisa direalisakan.” ujarnya.
Untuk mencapai itu, katanya lagi, maka perlu dikaji inklusi keuangan pada Perhutanan Sosial dengan target grup masyarakat akar rumput agar mereka mampu memahami dan mudah mengakses lembaga jasa keuangan perbankan dan non-perbankan untuk kegiatannya yang non bank-able.
Penulis: Danny Kosasih