Jakarta (Greeners) – Setelah sebelumnya Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) mengirimkan petisi penghentian transport ponton batubara di anak-anak Sungai Mahakam pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), akhirnya KLHK menyambut petisi tersebut dengan mengadakan pertemuan antara KLHK, RASI dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
Danielle dari Yayasan RASI dalam keterangan tertulisnya menyatakan bahwa pertemuan tersebut dilakukan untuk membahas tentang laporan kondisi pesut Mahakam di Sungai Kedang Kepala. Inti dari pertemuan tersebut adalah perlunya evaluasi dan peninjauan kembali izin peningkatan produksi dan pengangkutan batubara lewat sungai Kedang Kepala yang merupakan habitat pesut Mahakam.
“Dari hasil pertemuan, ada dugaan indikasi mulai dari proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) awal yang tidak memasukkan informasi bahwa jalur pelayaran yang akan dilewati ponton merupakan habitat utama pesut,” katanya, Jakarta, Kamis (12/05).
Proses Amdal juga diduga mengabaikan habitat pesut, rawa gambut dan sumber penghidupan rakyat yang semuanya bergantung pada sungai tersebut. Organisasi lingkungan yang memiliki data dan sudah lama bekerja di wilayah habitat pesut tersebut pun ternyata tidak dilibatkan dalam proses Amdal ini.
Danielle menjelaskan, dari pertemuan tersebut KLHK akan meneruskan laporan dari Yayasan RASI dan JATAM ke Direktur Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan yang mengurusi permasalahan Amdal serta Direktur Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK.
“Nanti mereka akan melakukan rapat lagi. Harapan kami KLHK akan mengeluarkan rekomendasi kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPM-PTSP) untuk mencabut izin peningkatan produksi batubara secepatnya,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan telah meminta Direktur Jendral Penegakan Hukum KLHK untuk melakukan survei dan pemantauan terhadap laporan masyarakat ini.
“Pada dasarnya petisi-petisi seperti itu saya perhatikan dan apalagi kalau jumlahnya banyak. Dalam waktu dekat saya langsung minta Dirjen Gakkum untuk kirim tim ke sana,” katanya kepada Greeners.
Lebih jauh, Direktur Jendral Penegakan Hukum Lingkungan KLHK Rasio Ridho Sani saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya masih mempelajari kasus tersebut. Karena menurutnya, masih banyak dokumen yang harus ditindaklanjuti oleh tim penegakan hukum KLHK. “Masih kita pelajari ya. Belum bisa ke mana-mana,” katanya.
Sebagai informasi, petisi penghentian transport ponton batubara di anak-anak Sungai Mahakam yang telah ditandatangani oleh 20.658 orang ini muncul karena semakin meningkatnya produksi batubara di sungai tersebut, dari empat juta ton menjadi 20 juta ton serta pemberian izin pengangkutan lewat Sungai Kedang Kepala telah mengakibatkan terganggunya habitat Pesut Mahakam.
Sungai Kedaung Kepala sendiri merupakan sungai kedua habitat utama Pesut Mahakam yang diduga terganggu oleh aktivitas transport ponton. Menurut studi yang dilakukan oleh Yayasan Konservasi RASI dari tahun 1999 hingga sekarang menunjukkan bahwa populasi pesut telah diambang kepunahan dengan jumlah populasi kurang dari 90 ekor. Studi lain juga menunjukkan bahwa hanya tersisa tiga dari lima anak sungai yang dulunya dapat dipergunakan oleh pesut tanpa gangguan ponton batubara, namun saat ini hampir tidak ditemukan lagi populasinya di tiga anak sungai tersebut.
Penulis: Danny Kosasih