Jakarta (Greeners) β Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, meminta para pelaku industri untuk mengendalikan emisi dalam menghadapi musim kemarau yang akan terjadi pada bulan Mei. Langkah ini penting untuk menjaga kualitas udara.
Hanif mengatakan bahwa musim kemarau berpotensi menyebabkan memburuknya kualitas udara. Hal itu akibat tidak adanya hujan yang dapat menurunkan partikel polutan. Polusi udara diprediksi akan meningkat signifikan apabila tidak ada pengendalian dari sumber-sumber emisi industri.
Kendati demikian, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meminta industri untuk fokus pada empat aspek utama pengelolaan lingkungan secara komprehensif dan menyeluruh. Keempat aspek tersebut meliputi pengendalian kualitas udara, pengelolaan air limbah, pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), serta pengelolaan sampah kawasan industri.
BACA JUGA: Studi: Polusi Udara dan Kebisingan Lalu Lintas Tingkatkan Risiko Stroke
Seluruh kawasan juga wajib membangun Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) masing-masing. Selain itu, industri juga wajib memasang sistem pemantauan emisi kontinu (CEMS) pada unit boiler. Langkah-langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab industri terhadap lingkungan dan perlindungan kesehatan masyarakat sekitar.
Hanif juga menegaskan bahwa penegakan hukum akan berlaku apabila pendekatan pembinaan tidak memberikan hasil signifikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2024, pelanggaran terhadap baku mutu lingkungan dapat terkena denda administratif maksimal sebesar tiga miliar rupiah.
βDenda tersebut berlaku untuk pelanggaran kualitas udara dan air dalam periode 30 hari. Selain sanksi finansial, KLH juga menyiapkan tindakan penghentian kegiatan sementara bagi industri yang tidak patuh,β ujar Hanif di Jakarta, Kamis (10/4).
Open Burning jadi Perhatian Utama
Selain itu, masalah open burning juga menjadi perhatian utama. Sebab, dampaknya langsung berpengaruh terhadap kualitas udara lokal. Praktik pembakaran terbuka di kawasan industri ini seperti pembakaran besi tua dan limbah padat, dilarang keras tanpa pengecualian.
Dari 16 titik yang terpantau, sebanyak tiga lokasi kini telah tutup, sementara sisanya sedang dalam proses penegakan hukum. Penindakan tersebut merupakan hasil kerja sama dengan aparat penegak hukum serta berdasarkan hasil investigasi dan kajian ahli.
KLH juga menegaskan bahwa tidak ada kompromi terhadap praktik yang melanggar hukum dan membahayakan publik. Dalam aspek pengelolaan air limbah, kawasan industri wajib untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal.
BACA JUGA: Menteri LH Bakal Tindak Tegas Kendaraan yang Tak Lolos Uji Emisi
Seluruh saluran limbah harus memiliki sistem pemantauan otomatis (SPARING) yang beroperasi secara real-time. Industri juga wajib mengelola limbah B3 sesuai dengan ketentuan dalam dokumen AMDAL/UKL-UPL dan harus memiliki izin pengelolaan resmi.
KLH juga mewajibkan industri memiliki tenaga teknis lingkungan yang kompeten dalam pengelolaan limbah berbahaya dan limbah cair. KLH akan mengenakan sanksi apabila terdapat praktik pembuangan limbah tanpa pengolahan sesuai standar nasional.
Sampah kawasan industri juga harus mereka kelola secara mandiri di dalam kawasan masing masing. Industri tidak boleh membuang sampah ke luar kawasan atau membebani tempat pembuangan sementara (TPS) milik pemerintah daerah.
Aturan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012. Pemerintah mendorong prinsip tanggung jawab produsen dan pelaku usaha terhadap limbah yang mereka hasilkan.
Dorong Konversi Energi
Sementara itu, Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Rasio Ridho Sani, mendukung percepatan konversi energi boiler industri dari batu bara ke gas. Konversi ini diperkirakan dapat menurunkan emisi udara dari sektor industri hingga 20 persen secara langsung.
βTeknologi pendukung sudah tersedia, dan jaringan distribusi gas telah menjangkau kawasan-kawasan industri utama. Maka yang dibutuhkan hanyalah komitmen dan kesiapan manajemen industri dalam melakukan konversi energi,β ujarnya.
Rasio menambahkan, penggunaan batu bara yang terus menerus hanya akan memperparah pencemaran dan meningkatkan beban biaya kesehatan masyarakat.
Perpres untuk Kendalikan Pencemaran Udara
Saat ini, KLH juga tengah menyusun prakarsa Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pengendalian pencemaran udara Jabodetabek. Perpres ini akan menjadi payung hukum lintas wilayah untuk menangani isu polusi udara secara sistemik.
Hanif mengatakan dengan jumlah penduduk lebih dari 30,4 juta jiwa, Jabodetabek menjadi prioritas utama dalam pengendalian lingkungan nasional. Ia juga mengimbau semua pihak harus turut serta dalam menjaga hak masyarakat atas udara yang bersih dan sehat.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia