Jakarta (Greeners) – Beberapa hari lalu, kedatangan aktor peraih penghargaan Aktor Terbaik dalam ajang Piala Oscar, Leonardo DiCaprio ke Indonesia sempat mendapat ancaman deportasi dari Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Ronny F Sompie. Ancaman deportasi ini muncul lantaran Dirjen Imigrasi menduga bahwa Leonardo melakukan kampanye hitam (black campaign) terhadap perkebunan kelapa sawit ketika berkunjung ke Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh, Minggu (27/03) lalu.
Untuk mengklarifikasi tudingan ini, Greeners mencoba mewawancarai Penasihat Forum Konservasi Leuser (FKL), Rudi Putra yang menemani kehadiran Leonardo di Taman Nasional Gunung Leuser terkait apa yang dilakukan Leonardo dalam kunjungannya tersebut.
Menurut Rudi, Leonardo datang sebagaimana layaknya turis. Dalam kunjungannya, Leonardo melihat gajah di Aceh Timur, karantina orangutan di Sumatera Utara dan Stasiun Penelitian Ketambe di Aceh Tenggara.
“Tidak ada tempat lain yang dikunjunginya. Hanya itu saja,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Sabtu (02/04).
Sedangkan mengenai tudingan kampanye hitam perusahaan sawit, ia beranggapan bahwa hampir semua pihak sudah mengetahui kalau ekspansi kelapa sawit jelas telah merusak hutan-hutan yang masih tersisa di Indonesia. Bukti tersebut, katanya, bisa disaksikan sendiri di wilayah Sumatera, Kalimantan, Papua di mana hutan-hutan itu telah banyak yang dikonversi menjadi kelapa sawit, baik dengan izin pemerintah maupun yang secara ilegal.
“Pemerintah tidak bisa menutupi fakta itu. Bukan hanya Leonardo, tapi juga telah banyak yang menyuarakan permasalahan ini. Ini bukan masalah kampanye hitam, tapi situasi ini memang benar terjadi,” tegasnya.
Rudi sendiri menyatakan bahwa sebenarnya banyak pihak yang tidak anti terhadap kelapa sawit. Menurutnya, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Leonardo sendiri hanya tidak ingin kelapa sawit merusak hutan dan ekosistem di dalamnya. Bahkan, terusnya, hingga saat ini kondisi Taman Nasional Gunung Leuser sendiri sudah semakin kritis dan perlu diselamatkan.
“Saya tidak tahu apa yang pejabat pemerintah itu pikirkan. Menuding persaingan sawit melawan minyak nabati lain itu bahkan tidak layak. Saya kira dengan produksi yang melimpah saat ini, Indonesia bisa membangun industri hilirnya lagi dan bukan malah ekspansi lahan untuk terus menerus ekspor CPO (Crued Palm Oil).
Sebagai informasi, beberapa waktu lalu, Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Ronny F Sompie mengatakan jika Leonardo mengeluarkan pernyataan yang mendiskreditkan pemerintah maupun kepentingan Indonesia, dia bisa dideportasi. Karena dia (Leonardo) sedang berada di Indonesia, pihak imigrasi punya hak mendeportasinya.
Menurut Ronny, proses deportasi sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepada Ditjen Imigrasi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Leonardo sendiri tiba di Bandara Kualanamu dari Jepang, pada Sabtu (26/03) pukul 06.45 WIB dengan menggunakan pesawat jet pribadi. Pada hari yang sama sekitar pukul 10.00 WIB, rombongan terbang ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) menggunakan helikopter. Hari itu pula, Leonardo kembali ke Medan dan menginap di Hotel JW Marriott. Kemudian sekitar pukul 17.05 WIB, rombongan berangkat dari Bandara Kualanamu menuju Palau.
Diketahui, dalam catatan perjalanannya yang diunggah di akun instagramnya, Leo menyatakan kekecewaannya terhadap sejumlah hewan yang terancam punah habibatnya, salah satunya gajah Sumatera. Leo menuding ekspansi perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab rusaknya ekosistem hutan yang juga menjadi sumber rantai makanan hewan-hewan langka seperti gajah Sumatera.
Pernyataan Leonardo tentang ekspansi sawit tersebut mendapat protes dari pengusaha sawit asal Aceh, Asmar Arsyad. “Leonardo salah sasaran. Mestinya dia kampanye pelestarian lingkungan di hutan Amazon yang habis untuk perkebunan minyak nabati kedelai,” kata Asmar.
Penulis: Danny Kosasih