Jakarta (Greeners) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali mengumumkan perkembangan penanganan kasus Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang telah dilakukan oleh KKP dan Tim Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan IUU Fishing.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dalam keterangan resminya menuturkan bahwa pemerintah dalam hal ini KKP bersama penegak hukum lainnya masih akan terus konsisten memberantas IUU Fishing dengan mengusut tuntas beberapa kasus tindak pidana perikanan kelas kakap.
“Tindak pidana yang saat ini tengah diusut itu melibatkan beberapa perusahaan perikanan yang tergabung dalam empat kelompok besar dan kapal perikanan asing berukuran raksasa,” terang Susi, Jakarta, Jumat (18/09).
Beberapa perusahaan yang terlibat, diantaranya Grup Pusaka Benjina dengan anak perusahaan Pusaka Benjina Resources, Pusaka Benjina Armada, Pusaka Benjina Nusantara, dan Pusaka Bahari. Selanjutnya, Grup Mabiru dengan enam perusahaan, yaitu Mabiru Industries, Biota Indo Persada, Jaring Mas, Tanggul Mina Nusantara, Samudera Pratama Jaya, dan Pacific Glory Lestary.
Kemudian, Grup Dwi karya dengan perusahaannya Dwi Karya Reksa Abadi, Aru Lestari Samudera, Antarticha Segara Lines, dan Avona Mina Lestari. Serta Grup S&T dengan dua perusahaan, yaitu Mitra Mina Industri Era Sistem Informasindo.
Selain illegal fishing, lanjut Susi, perusahaan-perusahan perikanan tersebut juga melakukan tindak pidana lainnya seperti human trafficking, pemalsuan dokumen, tenaga kerja asing tanpa IMTA, pembangunan kapal tanpa izin, penangkapan spesies ikan yang dilindungi, pengadaan ikan yang dilarang di ekspor ke luar negeri, serta mengedarkan ikan yang merugikan sumber daya ikan ke dalam/luar wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.
Saat ini kapal perikanan asing yang tengah di usut adalah kapal milik Sino Indonesia Shunlida Fishing, MV Hai Fa dan Silver Sea 2.
“Untuk penanganan kasus lima kapal milik PT. Sino Indonesia Shunlida Fishing di Merauke saat ini statusnya terdakwa mengajukan banding. Putusan Pengadilan Negeri Merauke terhadap lima Kapal SINO ini adalah terdakwa dihukum dua tahun penjara, denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan. Lima Kapal Sino dirampas untuk dimusnahkan, dan satu kapal Sino keputusannya P-19. Sedangkan putusan di Pengadilan Tinggi Ambon adalah membatalkan putusan sebelumnya dan terdakwa mengajukan kasasi,” lanjutnya.
Lebih jauh, Susi juga menerangkan perkembangan penanganan kasus MV Hai Fa dimana INTERPOL telah merilis Purple Notice Hai Fa pada 9 September 2015 lalu. Posisi terakhir, Hai Fa saat ini berada di perairan Hongkong. Atas penindakan yang dilakukan oleh tim Satgas KKP, pemilik Hai Fa pun mengajukan gugatan perdata kepada Menteri Kelautan dan Perikanan.
“Terkait hal ini, KKP telah menyampaikan bukti tertulis kepada majelis pemeriksa perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan menyiapkan saksi dan ahli untuk diajukan dalam persidangan,” katanya lagi.
Kemudian, status kasus penanganan tindak pidana kapal Silver Sea 2 (SS 2) di Sabang, Aceh, telah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan ahli. Penyidik dari PPNS PSDKP telah menerbitkan tindak pidana perikanan dengan dugaan mengangkut ikan ke luar wilayah Indonesia tanpa dilengkapi sertifikat kesehatan ikan, melakukan alih muatan tidak sah di tengah laut, dan mematikan VMS selama berlayar di Indonesia. Selama dilakukan pemeriksaan, pemilik SS2 melakukan serangan balik dengan mengajukan praperadilan terhadap Lanal Sabang.
Berdasarkan surat panggilan, sidang pertama akan dilaksanakan pada tanggal 21 September 2015. Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia telah melayangkan surat kepada Pemerintah Thailand yang berisi penyesalan terjadinya dugaan kuat illegal fishing yang dilakukan oleh SS2 yang berbendera Thailand.
“Proses penegakan hukum terhadap SS2 dilakukan tidak hanya terhadap individu, tetapi juga terhadap korporasi”, jelasnya.
Terakhir, tindak pidana juga melibatkan perusahaan asing Pingtan Marine Enterprise (PME) Ltd yang berkantor pusat di Cina. PME diketahui memiliki hubungan kepemilikan, hubungan transaksi, dan hubungan manajerial dengan PT Avona Mina Lestari, PT Dwikarya Reksa Abadi, PT Aru Samudera Lestari. “Empat perusahaan tersebut tergolong dalam perusahaan yang melakukan pelanggaran berat,” pungkasnya.
Sebagai informasi, hingga saat ini KKP melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) telah menangani 94 kasus tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan. Kasus-kasus tersebut terdiri dari 52 kasus KIA dan 42 kasus kapal perikanan ilegal Indonesia.
Kasus kapal asing yang ditangani berasal dari Vietnam 33 kasus (33,35%), Filipina 8 kasus (9%), Malaysia 6 kasus (6%), dan Thailand 5 kasus (5%). Sedangkan kasus pidana kapal Indonesia yang ditangani sebanyak 42,45 persen dimana sebenarnya kapal tersebut adalah kapal eks asing yang menggunakan bendera Indonesia.
Penulis: Danny Kosasih