Jakarta (Greeners) – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memaparkan kinerja pemerintah Indonesia terkait penanganan dan pencegahan kegiatan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) di hadapan perwakilan banyak negara dunia. Ia menjadi pembicara pada acara The 2nd Enviromental Compliance and Enforce Event (ECEC) Interpol Global Complex For Innovation di Singapura, beberapa waktu lalu.
Pemberantasan illegal fishing, terang Susi, merupakan sikap pemerintah yang berkomitmen membersihkan laut Indonesia dari kejahatan. Salah satunya dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Illegal Fishing. Hal ini sesuai dengan komitmen politik Presiden Joko Widodo yang akan merebut kembali status Indonesia sebagai negara kedaulatan maritim.
“Sebuah kehormatan dan kebanggaan bagi saya untuk mewakili Indonesia, berbicara dan berbagi pengalaman kami dalam memerangi kejahatan perikanan. Setelah Presiden Joko Widodo memilih saya menjadi menteri, saya langsung mengadakan tindakan untuk memerangi IUUF di Indonesia,” tegasnya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Kamis (19/11).
Menurut Susi, kegiatan kejahatan perikanan jelas sangat merugikan Indonesia karena tidak hanya menghabiskan sumber daya alam di lautan, tetapi juga berkontribusi memberikan kerugian secara ekonomi hingga 20 miliar dolar per tahun.
Aktivitas tersebut juga membuat ancaman bagi 65 persen dari terumbu karang, 85 persen stok ikan di global dan nelayan skala kecil. IUUF juga diduga terkait dengan kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti perdagangan manusia dan perbudakan, pencucian uang , korupsi, penipuan pajak dan hal lainnya.
Sebagai negara kepulauan, lanjutnya, Indonesia memiliki 17.000 pulau yang tersebar di seluruh wilayah dengan luasan hampir 2 juta kilometer persegi dan diapit oleh dua samudera, Hindia dan Pasifik. Indonesia juga memegang garis pantai yang terpanjang kedua di dunia dengan panjang 95,181 kilometer pantai ini membentang dari timur ke barat.
“Bukan suatu yang mengejutkan bahwa kegiatan penangkapan ikan menjadi salah satu kegiatan ekonomi terbesar kami. Tapi kebanyakan stok ikan kami habis dengan adanya kegiatan IUUF tersebut,” ujarnya.
Menurut Susi, upaya yang dilakukan pihaknya dalam penanggulangan kejahatan perikanan bukanlah tanpa tantangan. Kesulitan dalam mengawasi operasi penangkapan ikan, kesenjangan pandangan antara petugas penegak dalam menafsirkan hukum dan peraturan, pengadilan yurisdiksi khusus perikanan yang masih terbatas, kurangnya kerja sama internasional serta kemampuan mendeteksi yang kurang memadai untuk merespon pelanggar hukum merupakan beberapa tantangan yang harus dihadapi.
“Kami berterima kasih karena menerima dukungan dan tanggapan positif dari berbagai masyarakat internasional. Saya harap dapat melanjutkan kerja sama ini dalam rangka melawan kejahatan perikanan secara global dengan efektif,” pungkas Susi.
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia telah mendapat dukungan dari pihak International Criminal Police Organization (Interpol) dalam memerangi illegal fishing. Selain itu, Indonesia juga menerima dukungan dari organisasi-organisasi di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), di antaranya Food and Agriculture Organization (FAO), International Labour Organization (ILO) dan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).
Penulis: Danny Kosasih