Jakarta (Greeners) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong ekonomi melingkar (circular economy) di sektor perikanan untuk mendukung komitmen pemerintah dalam menanggulangi sampah sekaligus menaikkan nilai produk perikanan. Penerapan ekonomi melingkar ini juga dilakukan dengan pendekatan blue economy.
“Di tahun 2017 pemerintah telah menjanjikan investasi dana sebesar satu miliar dollar per tahun untuk memerangi sampah plastik dan menargetkan penurunan sampah plastik hingga 70 persen di tahun 2025. Jumlah ini bukanlah angka yang kecil. Pemerintah kita telah menujukkan komitmen dalam negeri dan internasionalnya. Apakah kita siap untuk menjawab tantangan ini?” ujar Sekretaris Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Maman Hermawan pada Workshop on Plastic Marine Litter and the Circular Economy di Ancol, Jakarta, Rabu (06/02/2019).
BACA JUGA: Circular Economy, Upaya Mendorong Masyarakat untuk Memilah Sampah
Maman mengatakan bahwa saat ini produk pengolahan perikanan masih menghasilkan sampah. Dengan menggunakan circular economy dan blue economy, pengolahan produk perikanan menjadi maksimal dan sampah yang ditimbulkan akan kembali diproses dan memiliki nilai ekonomi.
“Circular economy di sektor perikanan ini penerapan prosesnya akan mirip dengan blue economy. Kita menangkap ikan atau mengolah ikan satu ton dijual ke pasar nilainya kecil karena kita hanya menjual dagingnya saja. Dengan perangkat blue economy dan circular economy, ikan diproses sedemikian rupa dengan memanfaatkan semua bagian dari ikannya. Biasanya tulang atau sisik ikan itu dibuang, tapi kalau circular ini sudah berjalan seluruh bagian ikan akan punya nilai,” ujar Maman.
Maman menjelaskan, bagian dari ikan yang biasanya terbuang akan dijadikan produk seperti kolagen yang bahan dasarnya dari sisik ikan, dan minyak ikan yang dijadikan margarin. Pengolahan seperti ini sudah diterapkan di negara Jepang, Cina dan Vietnam.
“Di Vietnam, daging ikan digunakan sebagai fillet dan minyak ikannya dikeluarkan untuk bahan baku margarin. Ini mengindikasikan, jangan-jangan produk yang dihasilkan dari sampah ini lebih tinggi nilainya daripada daging ikan itu sendiri. Itulah yang disebut circular economy. Kalau saat ini semuanya masih linear jadi akan kita dorong itu,” kata Maman.
BACA JUGA: KKP dan USAID Inisiasi Program Sustainable Ecosystem Advanced
Sementara itu, Executive Director for Center for Southeast Asian Studies Arisman mengatakan circular economy di sektor perikanan membutuhkan komitmen, kemauan, dan kerjasama dari semua pihak. Menurut Arisman saat ini circular economy baru didiskusikan pada manajemen pengelolaan sampah saja. Ini juga masih dalam tahap dasar dan belum semua orang mau melakukan circular economy pada manajemen pengelolaan sampah.
“Kalau di sektor perikanan circular economy ini bisa saja dari produknya, hanya saja akan terasa berat karena industri yang berbicara. Kalau mengarah pada sampah yang ingin disangkutkan ke plastik, KKP harus memerhatikan sampah jaring dari nelayan yang bisa dijadikan sesuatu, ini juga perlu keterampilan. Atau packaging dari produk perikanan tersebut, jangan lagi memakai plastik,” ujar Arisman.
Arisman mengatakan jika KKP ingin benar-benar mendorong circular economy di sektor perikanan maka harus ada komitmen yang besar terutama dari industri. Terlebih KKP menginginkan pembicaraan circular economy ini mengarah pada industri, tidak lagi pada produsen kecil.
Seperti diketahui, blue economy atau ekonomi biru pertama kali disampaikan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya di acara Leaders Valuing Nature, Brazil, Juni 2012 lalu. Ekonomi Biru ini merupakan pemanfaatan sumber daya alam bagi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan kesehatan lingkungan.
Penulis: Dewi Purningsih