Jakarta (Greeners) – Secara umum, Indonesia kehilangan hutan alam hingga 4,5 juta hektare dengan laju deforestasi 1,13 juta hektare per tahun atau setara dengan tiga kali luas lapangan sepak bola setiap menitnya.
Menurut Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia, Christian Purba, tingginya angka deforestasi di Indonesia merupakan sebuah bukti bahwa pengelolaan hutan masih tidak terkontrol karena tidak dilakukan secara terbuka. Padahal, dengan adanya informasi yang terbuka, masyarakat akan mampu melakukan kontrol (public control) terhadap pemanfaatan sumber daya hutan dan yang pasti akan berkontribusi untuk menekan tingginya laju deforestasi.
“Keterbukaan informasi sudah selayaknya menjadi upaya yang secara khusus menjadi bagian dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA), terutama untuk memerangi korupsi. Masyarakat sebagai konstituen utama pembangunan nasional, berperan besar dalam melakukan check and balance terhadap kinerja pemerintah dalam menjalankan mandatnya,” paparnya dalam keterangan resmi yang diterima Greeners, Jakarta, Selasa (24/11).
Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kajian yang dilakukan pada tahun 2015, terangnya, telah menguatkan keterangan bahwa korupsi merupakan implikasi dari tertutupnya informasi dalam pengelolaan hutan di Indonesia.
Kementerian Kehutanan mencatat, dalam kurun waktu 2003-2014, produksi kayu komersial dari hutan alam di Indonesia mencapai 143,7 juta meter kubik. Dalam periode yang sama, KPK menemukan total produksi kayu nasional diperkirakan 630,1 sampai 772,8 juta meter kubik. Perbedaan data tersebut disinyalir menyebabkan Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 598–799,3 trilyun atau Rp 49,8– 66,6 trilyun per tahun.
“Untuk mencegah kerugian negara lebih besar, masyarakat harus turut aktif mengawasi praktik-praktik pengelolaan hutan di Indonesia. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Kehutanan, telah memberikan jaminan bagi masyarakat untuk mengetahui dan mengawasi segala bentuk rencana pemanfaatan sumber daya hutan yang merupakan barang publik,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih