Kesejahteraan Warga Terabaikan Imbas Pariwisata Privat di Pantai Sanglen

Reading time: 2 menit
Pariwisata privat di Pantai Sanglen. Foto: Walhi DIY
Pariwisata privat di Pantai Sanglen. Foto: Walhi DIY

Jakarta (Greeners) – Akses warga untuk berjualan di Pantai Sanglen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ditutup sementara. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DIY menilai bahwa penutupan ini tidak berpihak pada warga, melainkan lebih menguntungkan pemodal atau pengembang bisnis pariwisata privat.

Penutupan ini juga merupakan respons terhadap kekhawatiran adanya konflik antara warga setempat dan pengembang bisnis pariwisata privat bernama Obelix, yang dianggap tidak memiliki izin untuk beroperasi.

Menurut Walhi DIY, hal ini menunjukkan bahwa model pariwisata privat telah meminggirkan masyarakat. Sebab, warga setempat tidak memiliki izin untuk menjalankan usaha mereka.

Dalam hal ini, Obelix telah bertentangan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan mengenai pertanahan pasal 32 ayat (5). Aturan itu menyatakan bahwa “Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-sebesarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat”.

BACA JUGA: Krisis Ekologis Tak Terbendung, Walhi Jogja Buka Layanan Aduan

“Artinya, sektor bisnis pariwisata privat tidak seharusnya menguasai tanah tersebut. Sebaliknya, inisiatif ekonomi dari warga yang mendukung kesejahteraan masyarakat seharusnya mereka dorong. Bukan membatasi dan mempersulit,” ungkap Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DIY, Dimas R. Perdana dalam keterangan tertulisnya, Jumat (30/8).

Peraturan Gubernur DIY No. 33 Tahun 2017 juga menegaskan bahwa pengelolaan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten hanya dapat diberikan izin untuk pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.

Model pariwisata seperti Obelix jelas tidak sesuai dengan ketentuan ini. Obelix telah bertentangan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 dan Peraturan Gubernur DIY No. 33 Tahun 2017.

Bisnis Pariwisata Menjamur di DIY

Kini, bisnis pariwisata privat semakin menjamur di DIY dan terus berkembang setiap tahunnya. Fenomena ini tak terlepas dari ekspansi pariwisata modern yang sering kali mengutamakan pembangunan fisik berskala besar dan orientasi profit. Pembangunan itu sering kali bersifat eksploitatif, merusak lingkungan, serta tatanan sosial-budaya lokal.

“Pariwisata modern ini umumnya memprioritaskan keuntungan jangka pendek bagi kalangan pemodal. Hal ini terlihat dari perkembangan bisnis pariwisata privat di Kabupaten Gunung Kidul,” kata Permana.

Walhi DIY berpendapat bahwa pemerintah perlu mengurangi peran perusahaan seperti Obelix dalam pengelolaan pariwisata. Sebaliknya, pengelolaan dan pengembangan pariwisata sebaiknya mengutamakan bentuk-bentuk pengelolaan wisata rakyat daripada tujuan industrialisasi wisata.

BACA JUGA: Cemas Sawahnya Tercemar, Warga Bantul Tolak TPSS Srimulyo

Pemerintah harus memperkuat dan memfasilitasi akses pariwisata untuk masyarakat agar mereka dapat bersaing dengan industri pariwisata besar. Keraton juga seharusnya memprioritaskan keberlanjutan kehidupan masyarakat lokal dan tidak menjadi korban dari ekspansi pariwisata yang sangat agresif di Yogyakarta.

“Kita harus mengubah pandangan bahwa memulai kesejahteraan itu dari kerja sama antara pemerintah dan perusahaan. Adanya kesejahteraan itu ketika pemerintah mau bekerja sama langsung dengan masyarakat tanpa melalui perantara perusahaan,” tambah Permana.

Penutupan Pantai Sanglen Menguntungkan Segelintir Pihak

Walhi DIY menilai pembangunan dan pengembangan pariwisata saat ini hanya akan menguntungkan segelintir pihak. Khususnya mereka yang memiliki modal besar dan mengabaikan ekonomi komunitas lokal.

Rencana pembangunan ini seolah menutup mata terhadap perkembangan struktural yang masyarakat Gunung Kidul alami. Selain itu, pengelolaan pariwisata berbasis industri sering kali tidak sesuai dengan kemampuan dan keterampilan masyarakat yang masih mengelola wisata berbasis komunitas dan tradisional.

“Oleh karena itu, kondisi sosial dan sumber daya yang telah masyarakat lokal bangun, pemerintah bisa melindungi dan mengutamakannya untuk dikembangkan,” imbuh Permana.

Walhi DIY mendesak agar Kesultanan atau pemerintah segera membuka akses Pantai Sanglen untuk kepentingan kesejahteraan warga. Selain itu, mendampingi dan mempermudah masyarakat dalam mengelola Pantai Sanglen. Mereka juga meminta pemerintah mendukung dan memperkuat pengelolaan pariwisata berbasis komunitas.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top