Jakarta (Greeners) – Momentum Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia pada Minggu (22/5) lalu hendaknya menjadi peringatan untuk meningkatkan upaya konservasi, riset terpadu dan pemanfaatannya secara berkelanjutan.
Jangan sampai punahnya berbagai jenis keanekaragaman hayati menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia. Dampaknya terjadi kerentanan manusia terhadap pangan, perubahan iklim, hama dan penyakit serta kelangkaan air.
Pakar Keanekaragaman Hayati Dolly Priatna mengatakan, Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Bahkan di tingkat dunia, Indonesia menempati urutan kedua setelah Brazil, negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati terestrial. Namun jika kekayaan hayati tersebut digabungkan dengan di lautan maka Indonesia menempati urutan pertama.
Dengan potensi keanekaragaman hayati tersebut seharusnya Indonesia bisa menjadi negara “super power”, sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia. Akan tetapi, tantangannya hingga kini masih banyak keanekaragaman yang belum teridentifikasi jenisnya dan manfaatnya.
“Oleh karenanya butuh riset terpadu untuk mengungkap jenis-jenis yang belum teridentifikasi serta riset untuk mengetahui manfaatnya secara berkelanjutan,” kata Direktur Eksekutif Belantara Foundation ini kepada Greeners, Selasa (24/5).
Kepunahan Keanekaragaman Hayati Terus Berlanjut
Sementara itu, sambung Dolly tantangan lainnya yaitu kepunahan keanekaragaman hayati di Indonesia yang terus berlanjut. Terutama akibat menurunnya luas dan kualitas hutan di Indonesia. Padahal berkurangnya atau punahnya berbagai jenis keanekaragaman hayati akan berdampak luas pada manusia.
“Jutaan manusia akan menghadapi masa depan yang rawan pangan dan lebih rentan terhadap perubahan iklim, hama dan penyakit, serta menghadapi kelangkaan air. Dengan demikian, kapasitas manusia untuk mempertahankan hidup juga akan berkurang,” paparnya.
Secara global, para ilmuwan berpendapat bahwa kehilangan keanekaragaman hayati di dunia sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan. “Para ilmuwan memperkirakan bahwa saat ini sekitar 20.000 biota hilang setiap tahun. Laju kepunahan ini sudah mencapai lebih dari 100 kali dari laju kepunahan normal,” ungkapnya.
Berdasarkan data dari Birdlife International dan International Union for Conservation of Nature (IUCN) 2022 Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah spesies burung terancam punah terbanyak. Jumlahnya mencapai 12 persen dari keseluruhan burung terancam punah di dunia.
Lindungi Kepunahan di Habitat Alaminya
Oleh karena itu, Dolly menyarankan perlunya antisipasi mencegah punahnya atau berkurangnya keanekaragaman hayati. Caranya dengan melindungi habitat alami termasuk hutan, lahan basah, padang rumput, sungai dan danau, secara berkelanjutan.
Selain itu, upaya lain adalah menghindari terjadinya fragmentasi. alih fungsi habitat alami keanekaragaman hayati, serta merestorasi kawasan hutan yang terdegradasi.
Selain itu, Dolly juga menyorot soal merebaknya penyakit imbas virus baru di dunia. Dia menyatakan pentingnya dalam mencegah penyakit baru dengan tak melakukan kontak termasuk mengonsumsi, utamanya satwa-satwa hutan secara berlebihan.
“Ini untuk mencegah terjadinya transmisi bakteri atau virus patogen yang ada pada satwa liar tersebut ke manusia,” katanya.
Senada dengan itu, Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Iman Hidayat menyebut, momentum Hari Keanekaragaman Hayati harus menjadi momentum kebangkitan mengelola kekayaan biodiversitas nusantara.
Iman menyatakan pentingnya upaya melawan kepunahan keanekaragaman hayati yang tak hanya sekadar melindunginya dan meningkatkan upaya konservasi. Akan tetapi juga melakukan riset dan inovasi untuk meningkatkan atau memulihkan populasinya di alam.
Kepala Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN Masteria Yunovilsa Putra menyatakan, pentingnya untuk mengembangkan riset-riset terkait potensi keanekaragaman hayati, khususnya penghasil senyawa untuk infectious disease.
“Sebelumnya memang kita belum banyak mengeksplor keanekaragaman hayati kita untuk infectious disease. Dengan pengembangan riset ini akan berguna untuk antisipasi pandemi selanjutnya,” ucapnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin