Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mendorong para kepala daerah untuk berperan meningkatkan pelayanan sanitasi dan air minum berkelanjutan. Kepala Sub-bidang Air Minum Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Tirta Sutedjo, berharap pemerintah daerah mau mengutamakan program penyediaan sanitasi dan air minum yang layak dan aman.
“Kalau kita lihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini, sebetulnya air minum dan sanitasi adalah kewenangan dari pemerintah daerah, tapi hampir semua belum memprioritaskan,” ucap Tirta, di Jakarta Pusat, Jumat, (29/11).
Masalah akses sanitasi dan air minum ini, kata Tirta, merupakan masalah koordinasi perencanaan, pendanaan, dan pelaksanaan yang belum optimal. Ia menuturkan pembangunan jalan, bandara, atau tol lebih diprioritaskan dibanding sanitasi karena memiliki daya ungkit ekonomi. Padahal sanitasi dan air minum merupakan faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia.
Baca juga: Capaian Akses Sanitasi Masih Jauh Dari Target
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 mencatat, secara nasional baru 7,42 persen rumah tangga di Indonesia yang memiliki sanitasi aman. Sementara, akses air minum aman hanya 6,8 persen dan sisanya masih mengonsumsi air dengan kandungan bakteri Escherichia coli (E-coli).
Menurut Tirta, keberhasilan akses sanitasi dan air minum berkelanjutan akan tercapai apabila komitmen terhadap pelayanan dasar tersebut meningkat. Ia menyayangkan anggaran pemerintah daerah untuk air minum dan sanitasi rata-rata hanya 0,03 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Kita harapkan bisa naik dan perhatiannya juga lebih tinggi supaya akses ke masyarakat terus meningkat,” ucapnya.
Baca juga: Kualitas Air di Jakarta Dipertanyakan, Kandungan E-coli Melebihi Ambang Batas
Kepala Sub-bidang Direktorat Sanitasi Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman Laisa Wahanudin, mengatakan banyaknya akses sanitasi dan air minum yang dibangun akan percuma jika tak diiringi dengan pemeliharaan dan pemanfaatan berkelanjutan. “Perlu sosialisasi target dan indikator supaya nyambung antara target pusat dan daerah,” ujar Wahanudin.
Sebelumnya, pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM) air minum dan limbah. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang SPM merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005. SPM mengatur jenis dan mutu pelayanan dasar yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Sesuai peraturan tersebut, maka pemerintah kabupaten atau kota bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok air minum sehari-hari dan menyediakan pelayanan pengolahan air limbah domestik.
Penulis: Devi Anggar Oktaviani