Jakarta (Greeners) – Pemerintah pusat didorong untuk memastikan kebijakan dan ekosistem kendaraan listrik. Prioritaskan pula hadirnya kendaraan umum listrik untuk mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi yang terus menyumbang emisi karbon.
Untuk itulah, jika ada pemerintah provinsi menginisiasi hadirnya transportasi berenergi bersih, pemerintah pusat harus mendukung. Salah satunya dukungan infrastruktur yakni penyediaan stasiun pengisian kendaraan listrik.
Gubernur Pemprov DKI Jakarta Anies Baswedan salah satunya. Ia berkomitmen untuk menekan perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50 % pada tahun 2030 dan zero emission pada 2050 nanti. Hal itu sejalan dengan peraturan daerah yaitu Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021 Tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah yang Berketahanan Iklim.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu mengatakan, transisi menuju kendaraan bertenaga listrik memang sudah saatnya terimplementasi. Akan tetapi, langkah Pemprov DKI Jakarta ini harus pemerintah pusat dukung kebijakannya. Termasuk, sambungnya terkait kebijakan hulu ke hilir. Seperti keterjangkauan harga kendaraan, ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) serta kebutuhan energi baru terbarukan (EBT).
“Jangan sampai pemerintah pusat justru membuat kebijakan yang bertolak belakang. Jakarta tidak bisa berdiri sendiri, jadi harus sinkron antara kebijakan pusat dan Pemprov DKI Jakarta,” kata Bondan kepada Greeners, Rabu (2/3).
Lebih jauh Bondan menyatakan, kendaraan umum bertenaga listrik prioritas karena tak hanya mampu mengurangi kontribusi emisi, tapi juga menekan kemacetan. Pasalnya, permasalahan paling mendesak terkait sektor transportasi di Jakarta yakni polusi dan kemacetan.
Pemerintah, lanjutnya harus sebisa menekan penggunaan kendaraan pribadi, baik itu berbahan bakar fosil maupun listrik dan mengalihkannya pada kendaraan umum bertenaga listrik.
“Yang pasti, prioritas kendaraan umum (bertenaga listrik) dulu dibanding kendaraan apakah itu motor atau mobil pribadi bertenaga listrik. Ini justru beban kemacetan,” tegasnya.
Transisi Energi Listrik ke Energi Terbarukan
Sementara untuk penggunaan bahan energi, Bondan menyebut pentingnya transisi ke penggunaan energi listrik menuju EBT agar dapat menghalau dampak perubahan iklim. Adapun penggunaan energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sangat bergantung pada energi fosil atau batu bara sehingga masih turut menyumbang emisi.
“Penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) bisa menjadi alternatif yang sangat berpotensi sebagai pengganti, jadinya berkelanjutan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Gubernur Anies Baswedan mengatakan, komitmen net zero emission melalui transisi kendaraan umum bertenaga listrik melalui tiga hal. Pertama, 100 bus listrik pada rute Transjakarta terimplementasikan sebagai program penyebaran bus listrik percontohan. Kedua, separuh bus Jakarta berganti menjadi armada listrik secara bertahap. Targetnya selesai pada tahun 2025. Ketiga, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen memastikan bahwa sebagian besar wilayah Jakarta bebas emisi tahun 2030.
Anies juga menyebut, saat ini pemerintah DKI Jakarta menghadapi dua tantangan besar dalam penyediaan transportasi. Pertama, efisiensi melalui penyediaan transportasi yang nyaman, inklusif dan berkelanjutan. Kemudian dapat menekan masalah kemacetan dan polusi dan bisa mengakomodasi setidaknya 20 juta pengguna setiap hari.
“Salah satu upaya yang dilakukan saat ini adalah bagaimana mengubah paradigma masyarakat Kota Jakarta. Dari penggunaan mobil ke arah pembangunan yang berorientasi transit atau Transit Oriented Development (TOD),” katanya dalam acara Jakarta E-Mobility bertema ‘DKI Jakarta’s Commitment to Electrify Public Transport Fleets and Current Efforts’ secara daring, Selasa (1/3).
Pemprov DKI Jakarta memastikan transformasi pertama yaitu bagaimana mengubah paradigma dalam masyarakat agar mengutamakan transportasi publik daripada menggunakan kendaraan pribadi.
Tak hanya itu, Anies juga memastikan akan memberikan keringanan khusus berupa pajak 0 % bagi masyarakat yang telah menggunakan kendaraan listrik. “Kami telah memberikan insentif fiskal untuk kendaraan listrik dengan memberikan pajak transfer 0 % baik untuk roda dua maupun roda empat,” ujar dia.
Kendaraan Listrik dan Energi Hijau Isu Prioritas G20
Adapun transisi penggunaan kendaraan listrik merupakan salah satu realisasi dari implementasi energi hijau yang sebelumnya menjadi isu prioritas dalam KTT Presidensi G20. Implementasi ini juga menjawab isu perubahan iklim akibat peningkatan emisi gas rumah kaca.
Mengusung tema Recover Together, Recover Stronger, Presiden Joko Widodo menyatakan terdapat tiga fokus dalam KTT G20 yakni penanganan kesehatan inklusif, transformasi berbasis digital dan transisi menuju energi berkelanjutan. Pada ajang bergengsi di Bali itu, nantinya Indonesia juga akan menggunakan bus listrik sebagai sarana transportasi dari Bandara Ngurah Rai ke lokasi penyelenggaraan KTT G20.
Presiden Joko Widodo juga menargetkan dua juta kendaraan listrik di Indonesia pada tahun 2025 masyarakat gunakan. Ke depan, ia juga menyatakan keinginannya agar Indonesia tak sekadar menjadi produsen tapi juga eksportir dalam industri kendaraan listrik.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin