Jakarta (Greeners) – Sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia. Diperkirakan emisi yang dihasilkan dari mobil berbahan bakar fosil adalah 1,5 juta ton per tahunnya. Salah satu solusi untuk mengurangi emisi di bidang transportasi adalah penggunaan Low-Carbon Emission Vehicle (LCEV) di mana hingga saat ini masih mengalami beberapa tantangan untuk percepatan implementasinya.
Berdasarkan laporan dari UNEP tahun 2017, komitmen penurunan emisi karbon agregat dari negara-negara di dunia saat ini hanya mencapai sepertiga penurunan emisi yang dibutuhkan. Komitmen penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia sendiri masih berada di tingkat 14% dari target 26% pada tahun 2020. Hal ini membutuhkan penanganan serius oleh berbagai pihak melalui langkah-langkah distruptif untuk melakukan transisi dari paradigma ekonomi yang tinggi karbon menuju ekonomi yang rendah karbon.
Saat ini pengembangan kendaraan listrik di Indonesia masih mengalami hambatan, seperti belum adanya kebijakan untuk kendaraan listrik, belum tersedianya fasilitas dan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan pengisian daya kendaraan listrik, dan adanya tekanan dari beberapa industri jika kendaraan listrik ini diterapkan.
BACA JUGA: Dinas LH DKI Ciptakan Aplikasi Uji Emisi untuk Bengkel Bersertifikasi
Ketua Program Percepatan dan Pengembangan Kendaraan Listrik Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan bahwa kendaraan listrik sangat potensial untuk mengurangi emisi di Indonesia karena benar-benar nol emisi (zero emission). Namun ia mengakui kalau kendaraan listrik di Indonesia masih terkendala belum adanya izin dari Menteri Perhubungan.
“Kendalanya saat ini pemerintah belum mempunyai kebijakan yang tegas, negara harus membuat kebijakan seperti Perpres untuk tidak boleh lagi ada kendaraan bahan bakar bensin, itu tujuan akhirnya. Sebagai awal saat ini untuk mempercepat gagasan kendaraan listrik diberikan insentif. Jadi misalnya beli mobil listrik dikasih diskon 50% untuk membeli alat pengisi dayanya,” ujar Satryo, Jakarta, Sabtu (29/09/2018).
Selain itu, Satryo mengatakan bahwa Kementerian Perindustrian belum mau mendorong kendaraan listrik salah satunya dikarenakan tekanan dari industri mobil yang memiliki pasar di Indonesia. “Mereka masih mengulur waktu, menahan terus jadi sulit berkembangnya. Padahal komponen untuk mobil listrik ini tidak sulit kalau Kemenperin membantu industri kita menyediakan komponennya, kalau dari teknologi tidak masalah dan sudah menguasai. Intinya harus Pak (Presiden) Jokowi yang turun tangan langsung dan memberikan keputusan untuk kendaraan listrik ini,” katanya.
BACA JUGA: Pemerintah Rancang Roadmap Otomotif untuk Kendaraan Ramah Lingkungan
Terkait hal ini, Kasubdit Kalaikan dan Keselamatan Ketenagalistrikan, Direktorat Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Wanhar Abdurrahim mengatakan bahwa Kementerian ESDM masih menunggu hasil studi terkait penerapan mobil listrik yang dilakukan oleh Kemenperin.
Wanhar juga mengatakan bahwa masih banyak tantangan pengembangan kendaraan jenis ini di Indonesia, diantaranya kendaraan listrik lebih mahal sekitar 20-30% daripada kendaraan konvensional, lama pengisian baterai, teknologi baterai yang cukup mahal, infrastruktur stasiun pengisian listrik umum yang belum siap, industri otomotif di Indonesia sebagian besar masih fokus pada penjualan mobil konvensional, dan teknologi pengolahan limbah baterai masih belum memadai.
Penulis: Dewi Purningsih