Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau abu sisa pembakaran batu bara kini masuk dalam kategori limbah non-Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan mengatur FABA dari luar fasilitas stoker boiler dan/atau tungku industri seperti pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai limbah non-B3. Dalihnya, FABA PLTU tidak memenuhi kriteria limbah B3 dan dalam rangka hilirisasi FABA. Sementara itu, pihak Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KemenESDM) mengakui besarnya potensi pemanfaatan FABA dari PLTU.
Jakarta (Greeners) – Direktur Jenderal Ketenagalistrikan KemenESDM, Rida Mulyana, mengakui pemanfaatan FABA PLTU masih minim. Dia optimis adanya PP 22/2021 bakal membuat nasib FABA PLTU tidak hanya berakhir menjadi timbunan. Menurutnya, akan banyak manfaat dari FABA setelah tidak lagi menjadi limbah B3.
“Selama ini, FABA (PLTU) ditimbun dan ditumpuk. Paling bisa cepat diserap untuk kebutuhan konstruksi. Itu sebelum ada PP 22/2021. Dengan dikeluarkannya FABA dari B3, tidak akan ada lagi isu FABA di pembangkit jadi timbunan saja, sebab akan ada pemanfaatan,” ujar Rida dalam Media Briefing secara telekonferensi (15/3/2021).
KemenESDM: PP No. 22/2021 Bantu Tekan Biaya Pengelolaan FABA oleh PLTU
Rida menjelaskan saat ini izin untuk memanfaatkan FABA sudah berada di 52 lokasi. Tiap lokasinya bisa memanfaatkan FABA dari beberapa unit PLTU. Ke depan, lanjutnya, jumlah tersebut masih akan bertambah.
Dia mengatakan setiap PLTU wajib mengelola FABA sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Tetapi, dia percaya setelah FABA keluar dari kategori limbah B3, pengelolaan akan lebih optimal sebab biaya untuk operasi dan penanganannya bisa ditekan.
“Sekarang perizinan dan peraturan lebih sederhana, biaya pengujian berkurang. Dengan keluarnya FABA dari limbah B3 jadi berkah karena bisa mudah dimanfaatkan. Itu akan jauh lebih murah untuk bahan baku konvensional,” jelasnya.
Pemerintah Beberkan Hasil Uji Karakteristik FABA
Rida menjelaskan hasil uji karakteristik FABA masih di bawah syarat limbah B3 dalam PP 22/2021. Karakteristik beracun TCLP dan LD-50 menunjukkan bahwa FABA PLTU memiliki konsentrasi zat pencemar lebih rendah dari persyaratan. Demikian juga dengan hasil uji kandungan radionuklida FABA PLTU.
Dia menjamin pihaknya dan pelaku usaha pembangkit listrik berkomitmen mengelola FABA dengan prinsip berwawasan lingkungan. Buktinya dengan penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengelolaan FABA sebagai acuan seluruh PLTU.
“Ini jadi komitmen pemerintah senantiasa sangat concern dengan semua isu terkait lingkungan. Kita meningkatkannya termasuk dengan mengelola FABA,” klaimnya.
KLHK Lalui Uji Karakteristik FABA bersama Pakar
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PSLB3 KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, menggema hal serupa.
Dia menjelaskan, dalam rangka pengujian FABA, pihaknya telah menggandeng beberapa perguruan tinggi terkemuka serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Vivien menerangkan hasil uji karakteristik dengan suhu pengujian di atas 140 derajat Fahrenheit menunjukkan FABA PLTU tidak mudah menyala dan tidak mudah meledak.
Selain itu, kata dia, hasil uji karakteristik FABA PLTU tidak ditemukan hasil reaktif terhadap sianida dan sulfida, serta tidak ditemukan korosif.
Dengan demikian, sambungnya, hasil uji karakteristik menunjukan limbah FABA dari PLTU tidak memenuhi karakteristik sebagai limbah B3.
“Walaupun dinyatakan sebagai limbah non-B3, namun penghasil limbah non-B3 tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan dan tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan,” imbuhnya.
Penulis: Muhamad Ma’rup