Aceh (Greeners) – Tersangka kasus kematian gajah Bunta sampai saat ini belum ditemukan. Hal itu disampaikan oleh Kepala Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera, Edward Sembiring. KLHK bekerjasama dengan Polda Aceh berjanji akan mengusut kasus kematian gajah Bunta hingga tuntas.
Dari siaran pers yang diterima oleh Greeners, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno mengatakan bahwa komitmen kuat juga datang dari Gubernur Aceh yang menyatakan akan mendukung penuh proses penegakan hukum kasus ini. Dengan demikian diharapkan jaringan perburuan liar gajah dapat dibongkar dan memberikan efek jera kepada pelaku.
Kepala Balai KSDA Aceh Sapto Aji Prabowo mengatakan, gajah Bunta merupakan gajah jinak yang ditempatkan di Conservation Respon Unit (CRU) Serbajadi di Desa Bunin, Kecamatan Serbajadi, Aceh Timur. Kematian gajah berumur 27 tahun ini diduga akibat diracun.
“Dari kesimpulan awal hasil nekropsi, tim dokter kami mengidentifikasi kematian gajah Bunta diduga akibat dari racun karena ditemukan tanda-tanda menghitam di hati yang sampelnya dikirim oleh penyidik Polda Aceh,” ujar Sapto Aji kepada Greeners, Rabu (27/06/2018).
BACA JUGA: Indonesia Targetkan Peningkatan 10 Persen Populasi Gajah Pada 2019
Sapto melanjutkan, kematian gajah Bunta akibat racun diperkuat dengan ditemukannya sisa mangga dan pisang yang diduga diberi racun di lokasi kejadian. Sayang hingga kini tersangka dari kematian gajah Bunta belum ditemukan.
“Kami belum bisa menemukan tersangka dari kematian gajah Bunta karena belum mendapatkan informasi yang akurat. Penyidikan terus berlangsung, kami juga meminta jika ada informasi terkait pembunuhan gajah Bunta ini bisa diberitahu segera kepada kami atau Polda Aceh,” ujar Edward Sembiring Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera kepada Greeners.
Sapto menambahkan bahwa sampai saat ini, hadiah 10 juta rupiah masih berlaku karena Balai KSDA Aceh sendiri benar-benar ingin mengusut tuntas dengan menemukan tersangka dari kematian gajah yang sudah dilatih dari tahun 2005.
Sebagai informasi, kronologi dari penemuan gajah terlatih yang bernama Bunta ini diketahui oleh mahout atau pawang gajah Saifudin pada saat akan dimandikan. Saat ditemukan kondisi gading gajah telah hilang sebelah, dengan cara dibelah di bagian pipi. Segera setelah Bunta diketahui telah mati, Saifudin segera melapor kepada Ketua CRU dan melaporkan hal tersebut ke Kepala Balai KSDA Aceh dan Polsek Serbajadi.
CRU Serbajadi merupakan satu dari tujuh CRU yang ada di seluruh Aceh. Enam CRU lainnya adalah CRU Cot Girek, Aceh Utara; CRU Mila, Pidie; CRU Peusangan, Bener Meriah; CRU Sampoiniet, Aceh Jaya; CRU Alue Kuyun, Aceh Barat dan CRU Trumon, Aceh Selatan.
BACA JUGA: Pembaruan Dokumen Strategis Konservasi Gajah Perlu Kajian Matang
Pengelolaan CRU Trumon bekerjasama dengan USAID Lestari, dan CRU Sampoiniet bekerjasama dengan PT. Astra Agro Lestari, sedangkan lima CRU lainnya didukung oleh Pemerintah Aceh sebagai bentuk kontribusi dalam mitigasi konflik satwa, khususnya gajah. Dukungan ini dalam bentuk penyediaan pakan gajah, fasilitas kebutuhan koordinator, asisten mahout serta bahan mitigasi, sedangkan untuk respon konflik berupa penggiringan dan kebutuhan mahout, merupakan tanggungjawab Balai KSDA Aceh.
Selain CRU, terdapat Pusat Konservasi Gajah (PKG) Sare yang dikelola Balai KSDA Aceh untuk membantu konflik satwa gajah dengan manusia di seluruh Aceh, yang tidak dapat hanya diatasi oleh CRU.
Penulis: Dewi Purningsih