Jakarta (Greenes) – Pakar Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa mengatakan, untuk mencapai Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink 2030, pengelolaan lahan gambut dan pengendalian deforestasi harus menjadi perhatian.
“Keduanya hingga kini masih menjadi sumber emisi. Khususnya lahan gambut karena kebakaran maupun dekomposisi gambut,” katanya kepada Greeners, di Jakarta, Rabu (23/3).
Dekomposisi pada lahan gambut yang dikeringkan dapat melepaskan karbon. Pelepasan karbon memicu terjadinya gas rumah kaca dan dapat menyebabkan pemanasan global. Gas rumah kaca yang terpompa ke atmosfer membuat bumi kehilangan daya serapnya. Imbasnya, panas dan gas rumah kaca kembali ke bumi dan menaikkan suhu bumi.
Selain itu, Mahawan juga menyebut pentingnya upaya penanaman, termasuk di dalamnya penanaman hutan tanaman industri. Selain itu juga percepatan pertumbuhan regenerasi dari hutan alam serta pemanfaatan lahan tak produktif di luar hutan. Lahan tak produktif di luar hutan bisa ditanami dengan tanaman-tanaman tahunan.
“Ini harus diiringi dengan pengembangan skala yang lebih besar sehingga penyerapan karbonnya bisa lebih cepat,” ucapnya.
Mahawan menyebut, FoLU Net Sink 2030 merupakan bentuk komitmen dalam dokumen long-term strategy for low carbon and climate resilience 2050 (LTS-LCCR). Dokumen ini menargetkan net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Indonesia Miliki FoLU Net Sink untuk Kejar Target NDC
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyatakan, untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia telah memprakasai Indonesia FoLU Net-Sink 2030. Target ini terdiri atas strategi dan pendekatan tingkat penyerapan sektor FoLU di Indonesia akan seimbang atau lebih tinggi dari tingkat emisi.
Sementara setelah tahun 2030, sektor FoLU menargetkan untuk lebih menyerap gas rumah kaca (GRK). Sehingga kombinasi pengurangan dengan sektor lain akan mencapai emisi karbon netral pada tahun 2060 nanti.
Ia menegaskan, untuk mencapai target pengurangan emisi tersebut tak lepas dari peranan ekosistem unik, termasuk lahan gambut dan mangrove. “Ekosistem unik di dunia memainkan peranan penting pengurangan emisi karbon. Hal ini kaitannya dengan konservasi keanekaragaman hayati, penyimpanan dan pasokan air, perlindungan pesisir, dukungan perikanan dan mata pencaharian masyarakat,” kata Menteri Siti dalam pembukaan Planery G20 Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (1s EDM-CSWG), di Yogyakarta, Selasa (23/3).
Siti menyebut, negara-negara yang tergabung dalam G20 memiliki posisi strategis untuk pengendalian perubahan iklim. Caranya melalui perlindungan dan rehabilitasi lahan gambut dan mangrove.
“Dengan total hampir 90 % lahan gambut dunia dan sekitar 41 % luas mangrove global dan ekosistem unik ada di negara-negara G20,” ujar dia.
Aksi Bersama Negara G20 untuk Menyelamatkan Bumi
Momentum penyelenggaraan G20 merupakan ikhtiar untuk mewujudkan tindakan kolektif yang lebih berani untuk mengatasi tiga krisis planet, yaitu krisis iklim, hilangnya keanekaragaman hayati dan kelebihan populasi manusia.
Berdasarkan adopsi Pakta Iklim Glasgow dalam pertemuan konferensi para pihak dalam COP-26 UNFCCC tahun 2021 lebih menekankan pada kebutuhan mendesak untuk peningkatan pengurangan emisi secara kolektif.
Melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 Tahun 2022, Indonesia meluncurkan Rencana Operasional FoLU Net Sink 2030. FoLU Net Sink merupakan upaya mengurangi sumber-sumber emisi dan meningkatkan penyerapannya sehingga emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lebih kecil yang berubah menjadi gas rumah kaca.
Adapun sumber emisi sektor kehutanan selama ini bersumber dari deforestasi, pembukaan lahan, kebakaran, serta degradasi (perubahan hutan primer ke hutan sekunder).
Beberapa bagian aksi dari FoLU Net Sink 2030 di antaranya upaya restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove. Awal bulan Maret, tahun 2020 deforestasi Indonesia tahun 2019-2020 tercatat sekitar 115.000 hektare. Lebih rendah 75 % dari periode sebelumnya yakni tahun 2018-2019. Indonesia telah menurunkan tren penurunan deforestasi selama dua periode terakhir.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin